Salah satu
alternatif yang dapat digunakan dalam penanganan penyakit adalah dengan
menggunakan teknik nuklir. Berbagai penyakit yang bersumber dari virus,
bakteri, protozoa dan cacing telah banyak yang memanfaatkan teknik nuklir dalam
proses pembuatan bahan vaksinnya. Vaksin dapat merangsang sistem imun pada
inang untuk melawan infeksi organisme patogen.
Young dalam
percobaannya menyatakan bahwa iradiasi dapat mengubah agen penyakit patogen
menjadi non patogen yang mampu menstimulasi sistem kekebalan dalam tubuh. Smith
juga menyatakan bahwa teknik nuklir/iradiasi dapat melemahkaan agen penyakit tanpa
menghilangkan daya imunogeniknya dan mampu
meningkatkan daya kekebalan pada hewan yang dicobakan
Radiasi sinar
gamma dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan suatu imunogen yang potensial untuk
vaksin dan memicu pembentukan antibodi yang optimal dalam menahan serangan
infeksi parasit selanjutnya.
Jenis
iradiasi yang biasanya digunakan pada pembuatan bahan vaksin adalah sinar g yang memiliki sifat daya tembus tinggi dan panjang
gelombang pendek. Target utama
penyinaran terutama materi genetik yaitu Asam Deoksiribonukleat (DNA).
DNA yang terkena bisa mengalami kerusakan secara total maka yang terjadi adalah
kematian sel. Sel target tetap hidup tetapi DNA berubah dan terjadi suatu
ekspresi gen yang merusak sehingga sel terprogram untuk bunuh diri (apoptosis)
atau perbaikan DNA tapi komposisinya berubah (bermutasi). Perubahan DNA
(mutasi) ini dapat menghasilkan sel-sel yang bersifat lebih ganas (virulen),
atau virulensinya lemah (invirulen). Efek radiasi yang dimanfaatkan pada
pembuatan vaksin adalah kematian sel tetapi tetap memiliki sifat antigeniknya
menghasilkan mutan-mutan yang memiliki virulensi lemah atau mutan-mutan yang
invirulen.
Awal
tahun 1970-an, suatu penelitian telah mendemonstrasikan bahwa imunisasi manusia
dengan menggigitkan nyamuk Anopheles sp
yang membawa P. falciparum diradiasi dalam kelenjar liur ditemukan dapat
melindungi sukarelawan terhadap tantangan dengan sporozoit hidup. Kekebalan
yang diperoleh sukarelawan disini adalah spesifik spesies dan spesifik stadium
tetapi tidak spesifik strain.
Imunisasi melalui gigitan
1000 nyamuk yang diiradiasi, menunjukkan proteksi/sterilisasi terhadap
sporozoit normal. Reaksi imun yang mendasari mekanisme ini belum diketahui,
kejadian tersebut menunjukkan adanya proteksi respon sel T yang melawan protein
parasit yang diperlihatkan pada permukaan hepatosit yang terinfeksi. Respon imun
tunggal dalam reaksi imun inang-sporozoit iradiasi sejauh ini tidak
teridentifikasi. Dugaan bahwa proteksi terjadi dari beberapa respon imun
sederhana melawan sejumlah besar antigen yang diberikan oleh vaksin organisme
yang dilemahkan
1. Mendis,
K.N. Malaria Vaccines
Research. In Malaria: Waiting for The Vaccine. Ed. Targett GAT. John Wiley& Sons,
England, 1991
2. Target
A.G. Malaria Vaccine 1985-2005 : A Full Cicle. Trends Parasitology vol.21 no.11,
November 2005
3. Tetriana, D. Mengendalikan Malaria
dengan Teknik Nuklir. Buletin Alara, Volume 8 Nomor 3, 2007
4. Syaifudin,
M.dkk. Pengembangan Vaksin Malaria dengan Radiasi Pengion. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Keselamatan Radiasi dan Biomedika Nuklir. Badan Tenaga Nuklir
Nasional (BATAN). Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II. Lampung, 2008
5. Tetriana,
D., Irawan Sugoro. Aplikasi Teknik Nuklir Dalam Bidang Vaksin. Pusat Teknologi
Keselamatan dan Metrologi Radiasi – BATAN, Buletin Alara, Volume 9 Nomor
1&2, 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar