Selasa, 14 Mei 2013

Diagnosis PPOK


Keluhan sesak nafas, batuk-batuk kronik , sputum yang produktif, faktor risiko (+), ada riwayat keluarga PPOK atau PPOK ringan bisa tanpa gejala, pemeriksaan fisik yaitu pernafasan pursed lip (bibir), takipneu, dada emfisematous atau barrel chest, bunyi nafas vesikuler melemah, ekspirasi memanjang, ronki kering,  wheezing dan bunyi jantung menjauh. Diagnosis pasti dengan uji spirometri dimana FEV1/FVC < 70% atau dengan uji brokodilator FEV1 pasca bronkodilator < 80% prediksi, uji coba kortikosteroid, analisis gas darah pada semua pasien dengan VEP1 < 40% prediksi atau secara klinis diperkirakan ada gagal jantung kanan, kultur sputum.
a. Gejala Umum PPOK
PPOK ditandai dengan adanya obstruktif aliran udara yang disebabkan oleh bronkhitis kronik maupun emfisema. Bronkhitis kronik ditandai dengan adanya sekresi mukus bronkus yang berlebihan dan tampak dengan adanya batuk produktif selama 3 bulan atau lebih, dan setidaknya berlangsung selama 3 tahun berturut-turut, serta tidak disebabkan oleh penyakit lain yang mungkin menyebabkan gejala tersebut. Emfisema menunjukan adanya abnormalitas, pembesaran permanen pada saluran udara bagian bawah sampai bronkiolus terminal dengan kerusakan pada dinding dan tanpa fibrosis nyata.
Patogenesis efisema kemungkinan disebabkan oleh perusakan elastin dan struktur protein lainnya pada matrik paru yang berlebihan oleh elastase dan protease lainnya derivate neutrofil, makrofag dan sel mononuklear dari paru. Atropi dan kecenderungan bronkokontriksi akibat respon terhadap stimuli jalan nafas non spesifikasi kemungkinan merupakan resiko penting pada PPOK.
b. Gejala Klinis PPOK
Pada penderita PPOK selalu mengeluh batuk berdahak yang sudah bertahun-tahun lamanya. Bila tidak disertai infeksi sekunder dahak berwarna keputih-putihan yang mungkin sampai kelabu (akibat partikel-partikel debu bila ada polusi udara). Tetapi bila ada infeksi sekunder dahak akan lebih kental dan berwarna kuning sampai hijau.
Pada hakekatnya keluhan-keluhan disebabkan dengan adanya hiper sekresi dan sesak, pada stadium dini keluhan sesak hanya jika melakukan aktifitas fisik ekstra yang masih dapat ditoleransi oleh penderita dengan mudah, namun lama kelamaan sesaknya semakin progresif dan penderita tidak dapat melakukan aktifitas tanpa bantuan oksigen. Selain itu riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernafasan, riwayat terpapar zat iritan yang bermakna ditempat kerja, riwayat emfisema pada keluarga, lingkungan asap rokok dan polusi udara juga menjadi gambaran klinis pada PPOK.
Ada penderita yang tampak kebiru-biruan (blue bloater) karena sianosis yang dialaminya disertai dengan tanda-tanda gagal jantung kanan (edema perifer) biasanya penderita ini agak gemuk dan sesak nafasnya tidak terlalu berat, walaupun hiposekmianya agak berat. Ada pula yang tampak kemerahjambuan (pink puffer) biasanya penderita cenderung kurus tanpa gangguan jantung kanan dan hipoksemia agak ringan tapi mengeluh sesak nafas yang agak berat dan kadang diikuti dengan rasa mual. Namun tidak semua penderita PPOK mengalami pola seperti ini kebanyakan diantara keduanya.
Pada pemeriksaan fisik tidak banyak abnormalitas yang dijumpai, wheezing tidak selalu ditemukan dan tidak berkorelasi dengan keparahan obstruktif. Ciri PPOK simptomatik yang sering dijumpai adalah waktu espirasi memanjang, Jika penyakit bertambah berat kelainan fisik bertambah jelas, tampak barrel chest, purse-lipped breating, dan badan tambah kurus. PPOK merupakan diagnosis fungsional sehingga foto toraks hanya dapat memberikan arah diagnosis PPOK. Trias overinflasi, oligemia merupakan pola arterial difiesiensi paling sering berhubungan dengan emfisema dan peningkatan pulmonary marking yang menyerupai dirty chest dijumpai pada bronkhitis kronis.
Pemeriksaan fisik dan foto toraks bukan metode yang sensitif untuk mendiagnosa PPOK. Pemeriksaan fisik dari hiperinflasi paru seperti diafragma letak rendah, suara nafas menurun dan hiper sonor pada perkusi sangat spesifik untuk PPOK tetapi biasanya hanya pada penyakit stadium lanjut. High Resolution Computed Tomography (HRCT) paru merupakan teknik yang canggih untuk mendeteksi awal emfisema, tetapi peranan HRCT pada deteksi awal dan monitoring PPOK masih belum baku. Sprirometri merupakan pemeriksaan yang paling sederhana, tidak mahal, non invasive dapat digunakan untuk mendiagnosis, menentukan keparahan penyakit dan monitoring progresi PPOK.

Sumber :
  1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. PPOK, Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksaan Di Indonesia. Jakarta.
  2. Alsagaff H,Mukty A. 1995. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press. Surabaya.
  3. Dale, David C., & Federman, Daniel D. 2007. ACP Medicine 3rd Edition. WebMd Inc. United States of America
  4. Calverley, PM., Walker, P. 2003. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Lancet 362:1053
  5. Nagai, A. Pathology and Pathophysiology Of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Intern Med 41:265, 2002

1 komentar:

  1. sangat membantu artikelnya kalo ada pustakanya.. makasi yaa..

    BalasHapus