Jumat, 17 Mei 2013

Pengertian Analgetik


Analgetika adalah obat-obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Analgetika pada umumnya diartikan sebagai  suatu obat yang efektif untuk menghilangkan sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi, dan nyeri lain misalnya nyeri pasca bedah dan pasca bersalin, dismenore (nyeri haid) dan lain-lain sampai pada nyeri hebat yang sulit dikendalikan.  Hampir semua analgetik ternyata memiliki efek antipiretik dan efek anti inflamasi.
Asam salisilat, paracetamol mampu mengatasi nyeri ringan sampai sedang, tetapi nyeri yang hebat membutuhkan analgetik sentral yaitu analgetik narkotik. Efek antipiretik menyebabkan obat tersebut mampu menurunkan suhu tubuh pada keadaan demam sedangkan sifat anti inflamasi berguna untuk mengobati radang sendi (artritis reumatoid) termasuk pirai /gout yaitu kelebihan asam urat sehingga pada daerah sendi terjadi pembengkakan dan timbul rasa nyeri.
Analgesik anti inflamasi diduga bekerja berdasarkan penghambatan sintesis prostaglandin (penyebab rasa nyeri). Rasa nyeri sendiri dapat dibedakan dalam tiga kategori:
·    Nyeri ringan (sakit.gigi, sakit kepala, nyeri otot, nyeri haid dll), dapat diatasi dengan asetosal, paracetamol bahkan placebo.
·        Nyeri sedang (sakit punggung, migrain, rheumatik), memerlukan analgetik perifer kuat.
·        Nyeri hebat (kolik/kejang usus, kolik batu empedu, kolik batu ginjal, kanker ), harus diatasi dengan analgetik sentral atau analgetik narkotik.

Kegunaan Air di Farmasi


Air murni adalah air yang disaring secara mekanis atau harus terlebih dahulu diolah dan dibersihkan untuk konsumsi. Air suling dan air deionisasi adalah bentuk yang paling umum dari air murni, namun air juga dapat dimurnikan dengan proses lainnya termasuk reverse osmosis, filtrasi karbon, mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, oksidasi ultraviolet, atau elektrodialisis. Dalam beberapa dekade terakhir, kombinasi dari proses di atas sudah mulai digunakan untuk menghasilkan air kemurnian tinggi sehingga kontaminan yang diukur dalam bagian per miliar (ppb) atau bagian per triliun (ppt). Air murni memiliki banyak kegunaan, terutama dalam ilmu farmasi dan teknik laboratorium dan industri, dan diproduksi dalam berbagai kemurnian. Air suling yang dihasilkan melalui proses penyulingan, memiliki konduktivitas listrik tidak lebih dari 10 mikrodetik / cm dan total padatan terlarut kurang dari 10 mg / liter. Distilasi melibatkan pemanasan air dan kemudian terkondensasi uapnya dan meninggalkan kontaminan padat. Proses distilasi dapat menghasilkan air yang sangat murni. Distilasi saja tidak menjamin tidak adanya bakteri dalam air minum kecuali wadah yang digunakan juga disterilkan.
·         Water For Injection
air untuk injeksi adalah air yang di preparasi melalui proses distilasi air atau air murni, atau oleh reverse osmosis-ultrafiltrasi (membran reverse osmosis, membran ultrafiltrasi atau sistem pemurnian gabungan menggunakan membran) dari air murni, dan digunakan untuk preparasi injeksi, atau untuk penggunaan alternatif sebagai air yang dikemas untuk injeksi, yang disimpan dalam wadah yang sesuai dan disterilkan. ketika air untuk injeksi disiapkan oleh reverse osmosis-ultrafiltrasi, dilakukan pencegahan terhadap kontaminasi mikroba dari sistem pemurnian untuk mendapatkan kualitas yang baik yang setara dengan air hasil distilasi. air untuk injeksi untuk persiapan sediaan injeksi harus digunakan segera setelah preparasi. Namun, hal itu dapat disimpan untuk jangka waktu tertentu, jika sistem pemurni air yang ditetapkan untuk menghindari kontaminasi mikroba dan pertumbuhan dalam periode yang ditentukan. air untuk injeksi di preparasi dengan distilasi dan dikemas dalam wadah sebagai produk disterilkan dan dapat diberi label "air suling untuk injeksi" sebagai nama yang umum digunakan.
·         Purified water
air murni adalah air yang dimurnikan dengan hiperfiltrasi (reverse osmosis, ultrafiltrasi), pertukaran ion, distilasi atau kombinasi dari metode ini. ketika preparasi air murni, hati-hati untuk mencegah kontaminasi mikroba. digunakan segera setelah pemurnian. Air murni dapat disimpan untuk jangka waktu tertentu, jika berada dalam wadah yang cocok yang bisa  mencegah pertumbuhan mikroba.
Air merupakan cairan singular, oleh karena kapasitasnya untuk membentuk jaringan molekul 3 dimensi dengan ikatan hidrogen yang mutual. Hal ini disebabkan karena setiap molekul air mempunyai 4 muatan fraksional dengan arah tetrahedron, 2 muatan positif dari kedua atom hidrogen dan dua muatan negatif dari atom oksigen. Akibatnya, setiap molekul air dapat membentuk 4 ikatan hidrogen dengan molekul disekitarnya. Sebagai contoh, sebuah atom hidrogen yang terletak di antara dua atom oksigen, akan membentuk satu ikatan kovalen dengan satu atom oksigen dan satu ikatan hidrogen dengan atom oksigen lainnya, seperti yang terjadi pada es Perubahan densitas molekul air akan berpengaruh pada kemampuannya untuk melarutkan partikel. Oleh karena sifat muatan fraksional molekul, pada umumnya, air merupakan zat pelarut yang baik untuk partikel bermuatan atau ion, namun tidak bagi senyawa hidrokarbon.
Air adalah pelarut yang kuat, melarutkan banyak jenis zat kimia. Zat-zat yang bercampur dan larut dengan baik dalam air (misalnya garam-gram) disebut sebagai zat-zat hidrofilik (pencinta air), dan zat-zat yang tidak mudah tercampur dengan air (misalnya lemak dan minyak), disebut sebagai zat-zat hidrofobik (takut-air). Kelarutan suatu zat dalam air ditentukan oleh dapat tidaknya zat tersebut menandingi kekuatan gaya tarik-menarik listrik (gaya intermolekul dipol-dipol) antara molekul-molekul air. Jika suatu zat tidak mampu menandingi gaya tarik-menarik antar molekul air, molekul-molekul zat tersebut tidak larut dan akan mengendap dalam air.
Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O: satu molekul air tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) andtemperatur 273,15 K (0 °C). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting, yang memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam-garam, gula, asam, beberapa jenis gas dan banyak macam molekul organik. Keadaan air yang berbentuk cair merupakan suatu keadaan yang tidak umum dalam kondisi normal, terlebih lagi dengan memperhatikan hubungan antara hidrida-hidrida lain yang mirip dalam kolom oksigen pada tabel periodik, yang mengisyaratkan bahwa air seharusnya berbentuk gas, sebagaimana hidrogen sulfida. Dengan memperhatikan tabel periodik, terlihat bahwa unsur-unsur yang mengelilingi oksigen adalah nitrogen,flor, dan fosfor, sulfur dan klor. Semua elemen-elemen ini apabila berikatan dengan hidrogen akan menghasilkan gas pada temperatur dan tekanan normal. Alasan mengapa hidrogen berikatan dengan oksigen membentuk fase berkeadaan cair, adalah karena oksigen lebih bersifat elektronegatif ketimbang elemen-elemen lain tersebut (kecuali flor).
Tarikan atom oksigen pada elektron-elektron ikatan jauh lebih kuat dari pada yang dilakukan oleh atom hidrogen, meninggalkan jumlah muatan positif pada kedua atom hidrogen, dan jumlah muatan negatif pada atom oksigen. Adanya muatan pada tiap-tiap atom tersebut membuat molekul air memiliki sejumlah momen dipol. Gaya tarik-menarik listrik antar molekul-molekul air akibat adanya dipol ini membuat masing-masing molekul saling berdekatan, membuatnya sulit untuk dipisahkan dan yang pada akhirnya menaikkan titik didih air. Gaya tarik-menarik ini disebut sebagaiikatan hidrogen. Air sering disebut sebagai pelarut universal karena air melarutkan banyak zat kimia. Air berada dalam kesetimbangan dinamis antara fase cairdan padat di bawah tekanan dan temperatur standar. Dalam bentuk ion, air dapat dideskripsikan sebagai sebuah ion hidrogen (H+) yang berasosiasi (berikatan) dengan sebuah ion hidroksida (OH-).

Faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Sediaan Pewarna Rambut


a.       Kimiawi
Pada proses pembuatan suatu sediaan farmasi dipakai suatu zat kimiawi baik tunggal maupun campur atau lebih dari satu zat kimiawi, zat kimiawai tersebut bisa berfungsi sebagai bahan aktif atau zat yang berkhasiat, dan bahan tambahan, tidak tertutup kemungkinan adanya suatu reaksi kimia seperti reaksi oksidasi, redukssi dan lainnya. Zat kimiawi yang dipakai dalam suatu sediaan farmasi diperuntukan untuk menunjang sediaan farmasi agar sediaan farmasi efektif dan aman. Penggunaan bahan kimiawi lebih dari satu macam tidak menutup kemungkinan akan adanya reaksi anatara zat kimia tersebut, reaksi yang tidak diharapkan akan berakibat pada rusaknya sediaan, berubah warna, atau berubahnya konsentrasi zat aktif yang terkandung pada suatu sediaan farmasi.

b.      Suhu
Proses pembuatan, pendistribusian serta penyimpanan suatu sediaan obat farmasi dipengaruhi oleh suhu tempat produk itu berada, perlu diperhatikan atau dikendalikan suhu dimana tempat produk itu berada. Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan rusaknya suatu sediaan, ada beberapa zat yng tidak tahan pemansan, apabila ada panas yang berlebihan akan menyebabkan rusaknya suatu sediaan contoh, asam mefenamat.

c.       pH
Kandungan asam atau basa dapat berkaitan dengan reaksi kimiawai, atau pertumbuhan mikroba, karena bisa adanya reaksi kimiawi dan pertumbuhan mikroba pada kedaan terlalu asam dan basa. pH atau keadaan asam atau basa suatu bahan kimia atau bahan, keadaan pH yang stabil akan mempengaruhi keadaan zat kimiawi pada suatu sediaan.

d.      Higroskopisitas
Higroskopisitas adalah potensial lembab yang dapat diabsorbsi oleh suatu sediaan obat dengan laju tertentu pada satu kondisi tertentu. Jika produk obat diformulasikan sangat sensirtif terhadap lembab maka selama proses produksi dan penyimpanan, uap air yang terserap oleh produk obat tersebut tidak boleh menyebabkan produk menjadi rusak dan tidak lagi memenuhi persyaratan. Perubahan fisik bahan higroskopis dapat terlihat seperti pelunakan dan pengerasan. Oleh karena itu sangat penting mengetahui besarnya lembab yang dapat diserap oleh suatu sediaan obat pada kondisi tertentu agar dapat memperkecil efek yang ditimbulkan oleh adanya lembab tersebut dengan cara penggunaan bahan kemas yang tepat maupun selama proses produksi dengan mengontrol kelembaban ruangan agar kualitas obat tetap dapat dipertahankan.

Pewarna Rambut


Pewarna rambut atau cat rambut adalah bahan yang dapat digunakan untuk mengubah warna rambut baik secara radikal atau keseluruhan yang dapat berasal dari materi tumbuh-tumbuhan, hewan maupun logam dan mineral. Tujuan dari pewarnaan rambut antara lain untuk mewarnai rambut putih yang mulai tampak seiring dengan bertambahnya usia, dan mengubah penampilan warna rambut seluruhnya atau sebagian saja. Mengubah penampilan warna rambut dapat juga dengan penambahan highlights atau toning. Toning rambut berbeda dengan cat cair rambut dimana toning hanya menambah efek rambut menjadi lebih shiny dimana warna shiny-nya tergantung dari warna toning yang digunakan dan tidak merubah warna rambut.
Jenis-jenis pewarna rambut yang ada dimasyarakat antara lain:
1.      Pewarna rambut cair
Adalah jenis pewarna rambut yang sering digunakan, bahan penyusun yang dipergunakan sebagian besar dalam bentuk cair, sebagai contoh bahan yang dipergunakan antara lain air (30-50%), solvent misalnya alcohol atau isopropyl alcohol (30-50%), neutralizer untuk polimer seperti aminomethyl propanediol (0,0-0,5%), plasticizer seperti poliglikol (0,0-0,1%), farfum (0,2%),  dye yang larut air seperti methyl violet Cl 42595 (0,1%) dan colouring agent.
2.      Pewarna rambut setengah padat
Pewrna rambut setengah padat yang biasa ditemukan dipasaran dalam bentuk setengah padat adalah sediaan pasta, sediaan pasta memiliki karakteristik yang berbeda dari sediaan kosmetik cair dapat ditinjau dari pemerian dan sifat alir yang berbeda, bahan yang dipergunakan hampir sama, tetapi berbeda dalam hal sediaan dasar, sediaan dasar adalah berbentuk pasta, sebagai contoh, kombinasi vaselinum dan amylum dapat dibuat sebagai basis pasta

Faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Sediaan Padat


Dalam suatu produk farmasi, khususnya sediaan jadi padat, tentulah ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi stabilitas suatu produk, diantara lain :

1.  Faktor bahan penyusun

a)      Dapar
Merupakan suatu campuran asam lemah dengan garamnya atau basa lemah dengan garamnya. Tujuannya: Untuk mempetahankan pH, Meningkatkan stabilitas obat, Meningkatkan kelarutan obat, Efek terapetik
Kriteria pemilihan dapar, yaitu ada 4 hal:
  1. dapar mempunyai kapasitas yang memadai dalam kisaran pH yang dinginkan (untuk mempertahankan stabilitas obat maka daparnya kecil)
  2. dapar harus aman secara biologis
  3. dapar tidak mempunyai efek merusak stabilitas produk
  4. memperbaiki rasa dan warna yang dapat diterima
b)     Pengawet
Kemungkinan kontaminasi selama pembuatan, penyimpanan dan penggunaan (sumber kontaminan; berasal dari manusia, bahan obat, bahan tambahan, lingkungan, alat-alat dan bahan pengemas). Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas pengawet:
  • Koefisien distribusi liphoid-air à yang dipilih pengawet yang larut 
  • Harga pH à karena pengawet yang dapat menimbulkan aktivitas adalah pengawet yang tidak terdisosiasi atau terdapat dalam bentuk molekul yang dapat menembus membran 
  • Konsentrasi, ada yang menghambat pertumbuhan dan juga mematikan sel 
  • Suhu, dengan kenaikan suhu berarti terjadi kenaikan aktivitas pengawet
Syarat memilih bahan pengawet, yaitu:
  • dapat tersatukan secara fisiologis, tidak toksik, alergi dan sensibilisasi, yang kesemuanya tergantunng dosis 
  • dapat tercampur dengan bahan aktif dan bahan tambahan termasuk wadah dan tutup 
  • bahan pengwet secara fisika, kimia, biologi 
  • tidak berbau dan tidak berasa 
  • efektif sebagai bakteriostatik atau bakterisid, fungiostatik atau fungisid 
  • cukup larut dalam air hingga mencapai konsentarsi yang memadai

c)         Antioksidan
Terjadi oksidasi, oksidasi dipengaruhi oleh:
  • Harga pH à semakin tinggi harga pH semakin rendah potensial redoks sehingga oksidasinya semakin lancar
  • Cahaya à sebab cahaya mengandung energi oton yang dapat meningkatkan atau mempercepat proses oksidasi, maka molekul-molekul obat semakin reaktif
  • O2 atau kandungan O2 à akan meningkatkan proses oksidasi
  • Ion logam berat à berfungsi sebagai katalisator proses oksidasi
 Pertimbangan dalam memilih antioksidan :
  • efektif pada konsentrasi yang menurun
  • tidak toksik, tidak merangsang, dan tidak menimbulkan OTT
  • larut dalam pembawa
  • dapat bercampur
  • hasil interaksi dari bahan aktif dan bahan pembantu

2. Faktor luar.
a.    cara pembuatan
b.   bahan pengemas Terbagi atas 2, yaitu:
  • bahan pengemas primer : langsung bersentuhan atau kontak dengan sediaan (wadahnya)
  • bahan pengemas sekunder : kotaknya
Syarat bahan pengemas :
  • melindungi preparat dari keadaan lingkungan
  • tidak boleh bereaksi dengan produk
  • tidak boleh memberikan rasa atau bau paa produk
  • tidak toksik
  • disetujui oleh FDA
  • harus memenuhi tuntunan tahan banting yang sesuai
  • mudah mengeluarkan isi
  • menarik
bahan-bahan untuk wadah, antara lain berasal dari :
  • gelas
  • plastik
  • tube
kondisi penyimpanan yang meliputi suhu, tekanan, kelembapan dan cahaya. Suhu penyimpanan sediaan harus dijelaskan karena menyangkut aspek stabilitas dan masa kadaluwarsa sediaan. Suhu penyimpanan menurut farmakope indonesia terdiri dari :
  • Dingin adalah pada suhu tidak lebih dari 8°C.
  • Sejuk adalah penyimpanan pada suhu antara 8°C dan 15°C.
  • Suhu Kamar adalah penyimpanan pada suhu ruang kerja. Suhu kamar terkendali adalah suhu yang diatur antara 15°C dan 30°C. 
  • Hangat adalah penyimpanan pada suhu antara 30°C dan 40°C.
  • Panas berlebih adalah penyimpanan pada suhu di atas 40°C.

Perlindungan dari pembekuan selain resiko kerusakan kemasan (wadah), pembekuan suatu sediaan (artikel) dapat menyebabkan kehilangan kekuatan / potensi, atau merusak dan mengubah sifat sediaan. Pada etiket / label kemasan harus dicantumkan petunjuk untuk melindungi sediaan / artikel dari pembekuan. Penyimpanan di bawah kondisi tidak khusus jika tidak ada petunjuk khusus penyimpanan atau pemabatasan dalam monografi, maka kondisi penyimpanan termasuk perlindungan terhadap kelembapan, pembekuan dan panas berlebihan.
Uji stabilitas terhadap penyimpanan berguna untuk mengetahui perubahan yang terjadi selama proses pendistribusian, pada proses transportasi apabila produk ini akan dipasarkan dan juga pada saat produk sampai di tangan konsumen. Untuk memastikan berbagai fungsi sediaan telah sesuai maka sangatlah penting untuk mengamati setiap perubahan yang terjadi, baik perubahan fisik maupun perubahan struktur kimia.
  • Perubahan kimia : perubahan warna, perubahan bau dan pembentukan kristal, perubahan kadar.
  • Perubahn fisik : pemisahan, pengendapan, agregasi, penguapan, cracking.

Penerapan prinsip fisika-kimia tertentu pada pelaksanaan pengkajian stabilitas telah terbukti sangat menguntungkan pengembangan sediaan yang stabil. Hanya pendekatan itu yang memungkinkan pemanfaatan data yang diperoleh dari penyimpanan dalam kondisi yang melebihi keadaan normal secara tepat dan memadai, untuk maksud meramalkan stabilitas pada penyimpanan normal selama jangka waktu yang lama. Sangat penting bagi produsen farmasi untuk meramalkan dengan tepat stabilitas produk baru pada penyimpanan normal dari data penyimpan dipercepat, karena keuntungan ekonomis besar yang diperoleh dari pemasaran prouk baru secepat mungkin setelah formulasinya selesai

Kamis, 16 Mei 2013

Nonprobability/Nonrandom Sampling atau Sampel Tidak Acak


Seperti telah diuraikan sebelumnya, jenis sampel ini tidak dipilih secara acak. Tidak semua unsur atau elemen populasi mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Unsur populasi yang terpilih menjadi sampel bisa disebabkan karena kebetulan atau karena faktor lain yang sebelumnya sudah direncanakan oleh peneliti.

1.      Convenience Sampling atau sampel yang dipilih dengan pertimbangan kemudahan.

Dalam memilih sampel, peneliti tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali berdasarkan kemudahan saja. Seseorang diambil sebagai sampel karena kebetulan orang tadi ada di situ atau kebetulan dia mengenal orang tersebut. Oleh karena itu ada beberapa penulis menggunakan istilah accidental sampling – tidak disengaja – atau juga captive sample  (man-on-the-street) Jenis sampel ini sangat baik jika dimanfaatkan untuk penelitian penjajagan, yang kemudian diikuti oleh penelitian lanjutan yang sampelnya diambil secara acak (random). Beberapa kasus penelitian yang menggunakan jenis sampel ini,  hasilnya ternyata kurang obyektif.

2.      Purposive Sampling

Sesuai dengan namanya, sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu. Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya. Dua jenis sampel ini dikenal dengan nama judgement dan quota sampling.

a. Judgment Sampling
Sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang paling baik untuk dijadikan sampel penelitiannya.. Misalnya untuk memperoleh data tentang bagaimana satu proses produksi direncanakan oleh suatu perusahaan, maka manajer produksi merupakan orang yang terbaik untuk bisa memberikan informasi. Jadi, judment sampling umumnya memilih sesuatu atau seseorang menjadi sampel karena mereka mempunyai “information rich”.
Dalam program pengembangan produk (product development), biasanya yang dijadikan sampel adalah karyawannya sendiri, dengan pertimbangan bahwa kalau karyawan sendiri tidak puas terhadap produk baru yang akan dipasarkan, maka jangan terlalu berharap pasar akan menerima produk itu dengan baik. (Cooper dan Emory, 1992).

b. Quota Sampling
Teknik sampel ini adalah bentuk dari sampel distratifikasikan secara proposional, namun tidak dipilih secara acak melainkan secara kebetulan saja.
Misalnya, di sebuah kantor terdapat pegawai laki-laki 60%  dan perempuan 40% . Jika seorang peneliti ingin mewawancari 30 orang pegawai dari kedua jenis kelamin tadi maka dia harus mengambil sampel pegawai laki-laki sebanyak 18 orang sedangkan pegawai perempuan 12 orang. Sekali lagi, teknik pengambilan ketiga puluh sampel tadi tidak dilakukan secara acak, melainkan secara kebetulan saja.

3.      Snowball Sampling – Sampel Bola Salju

Cara ini banyak dipakai ketika peneliti tidak banyak tahu tentang populasi penelitiannya. Dia hanya tahu satu atau dua orang yang berdasarkan penilaiannya bisa dijadikan sampel. Karena peneliti menginginkan lebih banyak lagi, lalu dia minta kepada sampel pertama untuk menunjukan orang lain yang kira-kira bisa dijadikan sampel. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui pandangan kaum lesbian terhadap lembaga perkawinan. Peneliti cukup mencari satu orang wanita lesbian dan kemudian melakukan wawancara. Setelah selesai, peneliti tadi minta kepada wanita lesbian tersebut untuk bisa mewawancarai teman lesbian lainnya. Setelah jumlah wanita lesbian yang berhasil diwawancarainya dirasa cukup, peneliti bisa mengentikan pencarian wanita lesbian lainnya. . Hal ini bisa juga dilakukan pada pencandu narkotik, para gay, atau kelompok-kelompok sosial lain yang eksklusif (tertutup)

Teknik Sampling : Probability/Random Sampling


Syarat pertama yang harus dilakukan untuk mengambil sampel secara acak adalah memperoleh atau membuat kerangka sampel atau dikenal dengan nama “sampling frame”. Yang dimaksud dengan kerangka sampling adalah daftar yang berisikan setiap elemen populasi yang bisa diambil sebagai sampel. Elemen populasi bisa berupa data tentang orang/binatang, tentang kejadian, tentang tempat, atau juga tentang benda. Jika populasi penelitian adalah mahasiswa perguruan tinggi “A”, maka peneliti harus bisa memiliki daftar semua mahasiswa yang terdaftar di perguruan tinggi “A “ tersebut selengkap mungkin. Nama, NRP, jenis kelamin, alamat, usia, dan informasi lain yang berguna bagi penelitiannya.. Dari daftar ini, peneliti akan bisa secara pasti mengetahui jumlah populasinya (N). Jika populasinya adalah rumah tangga dalam sebuah kota, maka peneliti harus mempunyai daftar seluruh rumah tangga kota tersebut. Jika populasinya adalah wilayah Jawa Barat, maka penelti harus mepunyai peta wilayah Jawa Barat secara lengkap. Kabupaten, Kecamatan, Desa, Kampung. Lalu setiap tempat tersebut diberi kode (angka atau simbol) yang berbeda satu sama lainnya.

Di samping sampling frame, peneliti juga harus mempunyai alat yang bisa dijadikan penentu sampel. Dari sekian elemen populasi, elemen mana saja yang bisa dipilih menjadi sampel?. Alat yang umumnya digunakan adalah Tabel Angka Random, kalkulator, atau undian. Pemilihan sampel secara acak bisa dilakukan melalui sistem undian jika elemen populasinya tidak begitu banyak. Tetapi jika sudah ratusan, cara undian bisa mengganggu konsep “acak” atau “random” itu sendiri.


Simple Random Sampling atau Sampel Acak Sederhana

Cara atau teknik ini dapat dilakukan jika analisis penelitiannya cenderung deskriptif dan bersifat umum. Perbedaan karakter yang mungkin ada pada setiap unsur atau elemen populasi tidak merupakan hal yang penting bagi rencana analisisnya. Misalnya, dalam populasi ada wanita dan pria, atau ada yang kaya dan yang miskin, ada manajer dan bukan manajer, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Selama perbedaan gender, status kemakmuran, dan kedudukan dalam organisasi, serta perbedaan-perbedaan lain tersebut bukan merupakan sesuatu hal yang penting dan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil penelitian, maka peneliti dapat mengambil sampel secara acak sederhana. Dengan demikian setiap unsur populasi harus mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Prosedurnya :
  1. Susun “sampling frame”
  2. Tetapkan jumlah sampel yang akan diambil
  3. Tentukan alat pemilihan sampel
  4. Pilih sampel sampai dengan jumlah terpenuhi


Stratified Random Sampling atau Sampel Acak Distratifikasikan

Karena unsur populasi berkarakteristik heterogen, dan heterogenitas tersebut mempunyai arti yang signifikan pada pencapaian tujuan penelitian, maka peneliti dapat mengambil sampel dengan cara ini. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui sikap manajer terhadap satu kebijakan perusahaan. Dia menduga bahwa manajer tingkat atas cenderung positif sikapnya terhadap kebijakan perusahaan tadi. Agar dapat menguji dugaannya tersebut maka sampelnya harus terdiri atas paling tidak para manajer tingkat atas, menengah, dan bawah. Dengan teknik pemilihan sampel secara random distratifikasikan, maka dia akan memperoleh manajer di ketiga tingkatan tersebut, yaitu stratum manajer atas, manajer menengah dan manajer bawah. Dari setiap stratum tersebut dipilih sampel secara acak. Prosedurnya :
  1. Siapkan “sampling frame”
  2. Bagi sampling frame tersebut berdasarkan strata yang dikehendaki
  3. Tentukan jumlah sampel dalam setiap stratum
  4. Pilih sampel dari setiap stratum secara acak.

Pada saat menentukan jumlah sampel dalam setiap stratum, peneliti dapat menentukan secara (a) proposional, (b) tidak proposional. Yang dimaksud dengan proposional adalah jumlah sampel dalam setiap stratum sebanding dengan jumlah unsur populasi dalam stratum tersebut. Misalnya, untuk stratum manajer tingkat atas (I) terdapat 15 manajer, tingkat menengah ada 45 manajer (II), dan manajer tingkat bawah (III) ada 100 manajer. Artinya jumlah seluruh manajer adalah 160. Kalau jumlah sampel yang akan diambil seluruhnya 100 manajer, maka untuk stratum I diambil (15:160)x100 = 9 manajer, stratum II = 28 manajer, dan stratum 3 = 63 manajer.

Jumlah dalam setiap stratum tidak proposional. Hal ini terjadi jika jumlah unsur atau elemen di salah satu atau beberapa stratum sangat sedikit. Misalnya saja, kalau dalam stratum manajer kelas atas (I) hanya ada 4 manajer, maka peneliti bisa mengambil semua manajer dalam stratum tersebut , dan untuk manajer tingkat menengah (II) ditambah 5, sedangkan manajer tingat bawah (III), tetap 63 orang.


Cluster Sampling atau Sampel Gugus

Teknik ini biasa juga diterjemahkan dengan cara pengambilan sampel berdasarkan gugus. Berbeda dengan teknik pengambilan sampel acak yang distratifikasikan, di mana setiap unsur dalam satu stratum memiliki karakteristik yang homogen (stratum A : laki-laki semua, stratum B : perempuan semua), maka dalam sampel gugus, setiap gugus boleh mengandung unsur yang karakteristiknya berbeda-beda atau heterogen. Misalnya, dalam satu organisasi terdapat 100 departemen. Dalam setiap departemen terdapat banyak pegawai dengan karakteristik berbeda pula. Beda jenis kelaminnya, beda tingkat pendidikannya, beda tingkat pendapatnya, beda tingat manajerialnnya, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Jika peneliti bermaksud mengetahui tingkat penerimaan para pegawai terhadap suatu strategi yang segera diterapkan perusahaan, maka peneliti dapat menggunakan cluster sampling untuk mencegah terpilihnya sampel hanya dari satu atau dua departemen saja. Prosedur :

  1. Susun sampling frame berdasarkan gugus – Dalam kasus di atas, elemennya ada 100 departemen.
  2. Tentukan berapa gugus yang akan diambil sebagai sampel
  3. Pilih gugus sebagai sampel dengan cara acak
  4. Teliti setiap pegawai yang ada dalam gugus sample
Systematic Sampling atau Sampel Sistematis


Jika peneliti dihadapkan pada ukuran populasi yang banyak dan tidak memiliki alat pengambil data secara random, cara pengambilan sampel sistematis dapat digunakan. Cara ini menuntut kepada peneliti untuk memilih unsur populasi secara sistematis, yaitu unsur populasi yang bisa dijadikan sampel adalah yang “keberapa”. Misalnya, setiap unsur populasi yang keenam, yang bisa dijadikan sampel. Soal “keberapa”-nya satu unsur populasi bisa dijadikan sampel tergantung pada ukuran populasi dan ukuran sampel. Misalnya, dalam satu populasi terdapat 5000 rumah. Sampel yang akan diambil adalah 250 rumah dengan demikian interval di antara sampel kesatu, kedua, dan seterusnya adalah 25. Prosedurnya :
  1. Susun sampling frame
  2. Tetapkan jumlah sampel yang ingin diambil
  3. Tentukan K (kelas interval)
  4. Tentukan angka atau nomor awal di antara kelas interval tersebut secara acak atau random – biasanya melalui cara undian saja.
  5. Mulailah mengambil sampel dimulai dari angka atau nomor awal yang terpilih.
  6. Pilihlah sebagai sampel angka atau nomor interval berikutnya

Area Sampling atau Sampel Wilayah

Teknik ini dipakai ketika peneliti dihadapkan pada situasi bahwa populasi penelitiannya tersebar di berbagai wilayah. Misalnya, seorang marketing manajer sebuah stasiun TV ingin mengetahui tingkat penerimaan masyarakat Jawa Barat atas sebuah mata tayangan, teknik pengambilan sampel dengan area sampling sangat tepat. Prosedurnya :

  1. Susun sampling frame yang menggambarkan peta wilayah (Jawa Barat) – Kabupaten, Kotamadya, Kecamatan, Desa.
  2. Tentukan wilayah yang akan dijadikan sampel (Kabupaten ?, Kotamadya?, Kecamatan?, Desa?)
  3. Tentukan berapa wilayah yang akan dijadikan sampel penelitiannya.
  4. Pilih beberapa wilayah untuk dijadikan sampel dengan cara acak atau random.
  5. Kalau ternyata masih terlampau banyak responden yang harus diambil datanya, bagi lagi wilayah yang terpilih ke dalam sub wilayah.


Rabu, 15 Mei 2013

Faktor Determinan Penyakit Paru Obstruktif Kronik


Peran masing-masing faktor resiko penyebab PPOK telah banyak dipelajari, tetapi seberapa jauh kontribusi masing-masing faktor tersebut terhadap patogensis PPOK  tidak banyak dilaporkan. Adapun beberapa faktor determinan yang menyebabkan PPOK adalah:
a.      Kebiasaan Merokok
Merokok merupakan masalah global, WHO memperkirakan jumlah perokok didunia sekitar 2,5 milyar orang dengan sepertiganya berada dinegara berkembang. Di negara berkembang satu dari empat orang dewasa adalah perokok. Pengidap PPOK yang merokok mempunyai resiko kematian yang lebih tinggi (6,9 – 25 kali) dibandingkan dengan bukan perokok. Mekanisme kerusakan paru akibat merokok terjadi melalui 2 tahap yaitu jalur utama melalui peradangan yang disertai kerusakan metriks ekstra sel dan jalur ke dua adalah menghambat jalur respirasi matriks ekstrasel. Mekanisme kerusakan paru akibat radikal bebas yang dikeluarkan oleh asap rokok. Bahan utama perusak sel adalah protease, miel peroksidase, anti oksidan dan radikal bebas. Sedangkan yang bertugas meredam bahan tersebut adalah Alfa-1 Anti Tripsin (AAT) yang dapat dirusak oleh miel peroksidase, radikal bebas dan oksidan.
b.      Alfa-1 Antitripsin (AAT)
Alfa-1antitripsin (AAT) adalah senyawa protein atau polipeptida yang dapat diperoleh dari  darah dan cairan bronkus. Alfa-1 atitripsin (AAT) yang ada di saluran pernafasan jumlah sangat sedikit 1-2 % dari plasma darah, dan kapasitas inhibisinya 30% dari aktivitas plasma darah.
c.       Pekerjaan
Faktor pekerjaan berhubungan erat dengan unsur  alergi dan hiperaktifitas bronkus. Dan umumnya pekerja tambang yang bekerja dilingkungan berdebu akan lebih mudah terkena PPOK.
d.      Tempat Tinggal
Orang yang tinggal di kota kemungkinan untuk terkena PPOK lebih tinggi dibandingakan dengan orang yang tinggal di desa. Hal ini berkaitan dengan tempat tinggal antara kota dan desa. Dimana tingkat polusi udara di kota lebih tinggi daripada di desa.
e.       Jenis Kelamin
Pada pasien laki-laki lebih banyak dari pada pasien wanita. Hal ini ditentukan dimana lebih banyak ditemukan perokok laki-laki dibandingkan dengan wanita.
f.        Faktor Genetik
Belum diketahui jelas apakah faktor genetik berperan atau tidak, kecuali pada pasien defisiensi alfa-1antitripsin yang merupakan suatu protein. Defisiensi alfa-1antitripsin merupakan suatu kelainan yang diturunkan secara autosim resesif.
g.      Polusi Lingkungan
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya, tetapi bila ditambah merokok resiko menjadi lebih besar. Zat-zat kimia yang dapat menyebabkan PPOK adalah zat-zat pereduksi dan zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.
h.      Status Sosial Ekonomi
Pada status ekonomi rendah kemungkinan untuk mendapatkan PPOK lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh faktor  lingkungan dan ekonomi yang lebih rendah.
i.        Infeksi Bronkus
Infeksi paru yang berulang-ulang dalam jangka panjang juga meningkatkan resiko terkena PPOK. Terjadi berulang yang diawali  oleh infeksi virus, kemudian menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.
j.        Usia
Gejala PPOK jarang muncul pada usia muda, umumnya setelah usia 50 tahun keatas. Hal ini dikarenakan keluhan muncul karena adanya terpaan asap beracun yang terus-menerus dalam jangka waktu yang lama. Pada orang yang berusia setelah 45 tahun fungsi parunya akan menurun cepat dibandingkan dengan yang tidak merokok, diusia 60 tahun akan muncul gejala-gejala PPOK.
k.       Debu
Perjalanan debu yang masuk kesaluran pernafasan dipengaruhi oleh ukuran partikel. Debu yang masuk ke saluran pernafasan dapat berakibat merusak jaringan setempat dari yang ringan sampai pada yang parah dan menetap. Derajat  kerusakan yang ditimbulkan oleh debu dipengaruhi oleh faktor asal dan sifat alamiah dari debu, jumlah debu yang masuk dan lama paparan yang masuk, dan reaksi imunologis yang terkena paparan.


Sumber :
  1. Ikalius, Yunus., Faisal., Suradi., Rachma, Noer. 2007. Perubahan Kualitas Hidup dan Kapasitas Fungsional Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronis Setelah Rehabilitasi Paru. Majalah Kedokteran Indonesia Volume 57 Nomor 12. Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta
  2. Tanjung, Dudut. 2003. Asuhan Keperawatan Asma Bronkial. Fakultas Kedokteran, Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sumatra Utara. Sumatra Utara
  3. Jusuf, W., Winarni., Slamet., Hariadi. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Departemen Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR-RSUD Dr.Soetomo Surabaya. Surabaya
  4. Respine, JE., Bast, A., Lankhorst, I. 1997. The Oxydative Stress Study Group. Oxidative Stress In Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Am J Respiratory Crit care Med
  5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. PPOK, Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksaan Di Indonesia. Jakarta

Selasa, 14 Mei 2013

Diagnosis PPOK


Keluhan sesak nafas, batuk-batuk kronik , sputum yang produktif, faktor risiko (+), ada riwayat keluarga PPOK atau PPOK ringan bisa tanpa gejala, pemeriksaan fisik yaitu pernafasan pursed lip (bibir), takipneu, dada emfisematous atau barrel chest, bunyi nafas vesikuler melemah, ekspirasi memanjang, ronki kering,  wheezing dan bunyi jantung menjauh. Diagnosis pasti dengan uji spirometri dimana FEV1/FVC < 70% atau dengan uji brokodilator FEV1 pasca bronkodilator < 80% prediksi, uji coba kortikosteroid, analisis gas darah pada semua pasien dengan VEP1 < 40% prediksi atau secara klinis diperkirakan ada gagal jantung kanan, kultur sputum.
a. Gejala Umum PPOK
PPOK ditandai dengan adanya obstruktif aliran udara yang disebabkan oleh bronkhitis kronik maupun emfisema. Bronkhitis kronik ditandai dengan adanya sekresi mukus bronkus yang berlebihan dan tampak dengan adanya batuk produktif selama 3 bulan atau lebih, dan setidaknya berlangsung selama 3 tahun berturut-turut, serta tidak disebabkan oleh penyakit lain yang mungkin menyebabkan gejala tersebut. Emfisema menunjukan adanya abnormalitas, pembesaran permanen pada saluran udara bagian bawah sampai bronkiolus terminal dengan kerusakan pada dinding dan tanpa fibrosis nyata.
Patogenesis efisema kemungkinan disebabkan oleh perusakan elastin dan struktur protein lainnya pada matrik paru yang berlebihan oleh elastase dan protease lainnya derivate neutrofil, makrofag dan sel mononuklear dari paru. Atropi dan kecenderungan bronkokontriksi akibat respon terhadap stimuli jalan nafas non spesifikasi kemungkinan merupakan resiko penting pada PPOK.
b. Gejala Klinis PPOK
Pada penderita PPOK selalu mengeluh batuk berdahak yang sudah bertahun-tahun lamanya. Bila tidak disertai infeksi sekunder dahak berwarna keputih-putihan yang mungkin sampai kelabu (akibat partikel-partikel debu bila ada polusi udara). Tetapi bila ada infeksi sekunder dahak akan lebih kental dan berwarna kuning sampai hijau.
Pada hakekatnya keluhan-keluhan disebabkan dengan adanya hiper sekresi dan sesak, pada stadium dini keluhan sesak hanya jika melakukan aktifitas fisik ekstra yang masih dapat ditoleransi oleh penderita dengan mudah, namun lama kelamaan sesaknya semakin progresif dan penderita tidak dapat melakukan aktifitas tanpa bantuan oksigen. Selain itu riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernafasan, riwayat terpapar zat iritan yang bermakna ditempat kerja, riwayat emfisema pada keluarga, lingkungan asap rokok dan polusi udara juga menjadi gambaran klinis pada PPOK.
Ada penderita yang tampak kebiru-biruan (blue bloater) karena sianosis yang dialaminya disertai dengan tanda-tanda gagal jantung kanan (edema perifer) biasanya penderita ini agak gemuk dan sesak nafasnya tidak terlalu berat, walaupun hiposekmianya agak berat. Ada pula yang tampak kemerahjambuan (pink puffer) biasanya penderita cenderung kurus tanpa gangguan jantung kanan dan hipoksemia agak ringan tapi mengeluh sesak nafas yang agak berat dan kadang diikuti dengan rasa mual. Namun tidak semua penderita PPOK mengalami pola seperti ini kebanyakan diantara keduanya.
Pada pemeriksaan fisik tidak banyak abnormalitas yang dijumpai, wheezing tidak selalu ditemukan dan tidak berkorelasi dengan keparahan obstruktif. Ciri PPOK simptomatik yang sering dijumpai adalah waktu espirasi memanjang, Jika penyakit bertambah berat kelainan fisik bertambah jelas, tampak barrel chest, purse-lipped breating, dan badan tambah kurus. PPOK merupakan diagnosis fungsional sehingga foto toraks hanya dapat memberikan arah diagnosis PPOK. Trias overinflasi, oligemia merupakan pola arterial difiesiensi paling sering berhubungan dengan emfisema dan peningkatan pulmonary marking yang menyerupai dirty chest dijumpai pada bronkhitis kronis.
Pemeriksaan fisik dan foto toraks bukan metode yang sensitif untuk mendiagnosa PPOK. Pemeriksaan fisik dari hiperinflasi paru seperti diafragma letak rendah, suara nafas menurun dan hiper sonor pada perkusi sangat spesifik untuk PPOK tetapi biasanya hanya pada penyakit stadium lanjut. High Resolution Computed Tomography (HRCT) paru merupakan teknik yang canggih untuk mendeteksi awal emfisema, tetapi peranan HRCT pada deteksi awal dan monitoring PPOK masih belum baku. Sprirometri merupakan pemeriksaan yang paling sederhana, tidak mahal, non invasive dapat digunakan untuk mendiagnosis, menentukan keparahan penyakit dan monitoring progresi PPOK.

Sumber :
  1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. PPOK, Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksaan Di Indonesia. Jakarta.
  2. Alsagaff H,Mukty A. 1995. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press. Surabaya.
  3. Dale, David C., & Federman, Daniel D. 2007. ACP Medicine 3rd Edition. WebMd Inc. United States of America
  4. Calverley, PM., Walker, P. 2003. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Lancet 362:1053
  5. Nagai, A. Pathology and Pathophysiology Of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Intern Med 41:265, 2002

Patogenesis Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)


PPOK menurut para ahli ada 2 faktor yang mempengaruhi yaitu faktor endogen dan eksogen. Faktor endogen (genetik) dapat memanifestasi menjadi PPOK tanpa adanya pengaruh dari luar (eksogen), akan tetapi yang banyak di jumpai adalah kecenderungan untuk PPOK meningkat akibat adanya interaksi antara faktor eksogen dan faktor endogen. Merokok adalah faktor risiko utama PPOK walaupun partikel noxious inhalasi lain dan berbagai gas juga memberikan kontribusi.
Merokok menyebabkan inflamasi paru, karena sebab yang belum diketahui sampai sekarang beberapa perokok menunjukkan peringkatan respon inflamasi normal, protektif dari paparan inhalasi yang akhirnya menyebabkan kerusakan jaringan, gangguan mekanisme pertahanan yang membatasi destruksi jaringan paru dan memutus mekanisme perbaikan, ini membawa perubahan berupa lesi patologi yang khas PPOK. Disamping inflamasi ada proses lain yang juga penting pada patogenesis PPOK adalah ketidakseimbangan protease dan antiprotease dan stress oksidatif. 
Secara umum telah diterima bahwa merokok merupakan faktor risiko terpenting PPOK namun hanya 10-20% perokok mengalami gangguan fungsi paru berat yang terkait PPOK. Hal ini menunjukkan ada faktor lain yang ikut berperan pada kerentaan untuk PPOK pada perokok. Gen yang berimplikasi dalam perkembangan PPOK terlibat dalam ketidak seimbangan protease, metabolism material toksik tembakau, kliren mukosilier dan proses inflamasi.


Sumber :
  1. Jusuf, W., Winarni., Slamet., Hariadi. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Departemen Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR-RSUD Dr.Soetomo Surabaya. Surabaya.
  2. Tjandra, Yoga Aditama. Asma Bronkial. Departemen Pulmonologi & Kedokteran Respirasi FK-UI/RS Persahabatan. 2006
  3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. PPOK, Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksaan Di Indonesia. Jakarta.