Selasa, 16 Agustus 2011

Mikroenkapsulasi


Mikroenkapsulasi adalah suatu proses penyalutan langsung suatu bahan inti (yang berupa partikel halus, tetesan kecil, atau dispersi zat padat, cair, dan gas) dengan suatu polimer alam atau sintesis, yang menghasilkan suatu tabung, wadah atau paket-paket diskrit berukuran mikroskopik . Keuntungan mikroenkapsulasi meliputi kemudahan dalam proses distribusi dan penanganan, kemungkinanan dimampatkan dalam pengemasan untuk menghemat tempat, dan perlindungan terhadap oksidasi pada suhu ruang. Enkapsulasi berpotensi untuk mengubah bentuk cair ke bentuk padat yang stabil dan bersifat mudah mengalir (free flowing), sehingga mudah untuk ditangani dan dimasukkan ke dalam bahan pangan .
Metode mikroenkapsulasi yang telah diterapkan dibidang farmasi meliputi suspensi udara, pemisahan fase koaservasi, pengeringan semprot dan pembekuan, penyalutan didalam panci, serta teknik penguapan pelarut. Metode yang tidak diterapkan sekarang untuk sediaan farmasi adalah deposisi hampa udara dan teknik polimerasi
1.      Suspensi udara
Mikroenkapsulasi dinyatakan dengan proses Wurster terdiri dari pendispersian bahan padat, bahan inti dalam bentuk partikel dalam suatu aliran udara yang menyangga, dan penyemprotan penyalut dari partikel yang tersuspensi oleh udara dalam ruang penyalutan, partikel-partikel bahan inti tersuspensi dalam aliran udara panas . Perancangan alat dan teknik pengerjaan yang sedemikian rupa menyebabkan aliran partikel terus berputar melewati bagian yang berisi penyalut, berupa larutan polimer yang disemprotkan pada partikel yang bergerak .
Selama melewati bahan daerah penyalutan, bahan inti  menerima suatu penambahan dari bahan penyalut. Proses ini berulang, mungkin beberapa ratus kali tergantung tujuan enkapsulasi dan ketebalan penyalut yang diinginkan. Aliran udara penahan juga mengeringkan produk selama dienkapsulasi. Laju pengeringan berbanding lurus pada campuran volume temperatur dari aliran udara penyangga. Proses suspensi udara umumnya untuk bahan padat yang tahan panas .
2.      Pemisahan fase koaservasi
Secara garis besar metode pemisahan fase koaservasi terdiri dari tiga tahap, yaitu : pembentukan tiga fase kimia tidak tercampurkan, penempatan penyalut polimer cair pada bahan inti, dan pengerasan penyalut.
Pada proses pembentukan tiga fase kimia tidak tercampurkan, fase cairan pembawa, fase bahan inti, dan fase bahan penyalut. Untuk membentuk ketiga fase, bahan inti didispersi dalam suatu larutan polimer penyalut, pelarut untuk polimer merupakan fase cairan pembawa. Fase bahan penyalut, suatu polimer tidak tercampurkan pada keadaan cair, dibentuk dengan mengubah temperatur cairan polimer atau dengan penambahan garam .
Proses penempatan penyalut polimer cair pada bahan inti, dengan cara pencampuran fisik yang terkontrol dari bahan penyalut (selagi cair) dan bahan inti pada cairan pembawa, penempatan terjadi jika polimer teradsorpsi pada antar muka yang terbentuk antara bahan inti dan cairan pembawa, dan fenomena adsorpsi merupakan prasyarat untuk penyalutan efektif. Penempatan yang terus menerus dari bahan penyalut didahului olah pengurangan dalam seluruh energi bebas antarmuka dari sistem, terjadi dengan pengurangan luas permukaan bahan penyalut selama bersatu dengan butiran-butiran polimer cair.
Proses pengerasan penyalut, biasanya dengan teknik panas, ikatan silang atau teknik desolvasi, untuk membentuk suatu mikrokapsul penahan sendiri . Pemisahan fase koasevasi dapat terjadi dalam pelarut air dan pelarut organik. Pelarut air digunakan untuk menyalut inti padat dan inti cair yang tidak larut dalam air. Ada dua tipe utama ini yaitu koaservasi sederhana dan koaservasi    komplek .
Koaservasi sederhana hanya menggunakan satu macam koloid saja misalnya gelatin dalam air. Koaservasi ini terjadi dengan cara perpindahan lapisan air dari sekeliling dispersi koloid akibat penambahan zat yang mempunyai affinitas yang tinggi terhadap air seperti berbagai alkohol dan garam. Molekul-molekul polimer yang terhidrasi cenderung untuk berkumpul dengan molekul polimer lain disekelilingnya dan membentuk koaservat. Koaservasi komplek menggunakan lebih dari satu macam koloid, biasanya digunakan gelatin dan akasia dalam air, dan koaservasi terjadi akibat netralisasi muatan koloid yang berbeda. Netralisasi muatan disertai dengan keluarnya air dari polimer sehingga terbentuk koaservat .
3.      Pengeringan semprot dan pembekuan semprot
Semprot kering didefinisikan sebagai suatu proses perubahan dari bentuk cair ke bentuk partikel-partikel kering oleh suatu proses penyemprotan bahan ke dalam medium pengeringan yang panas. Produk kering yang dihasilkan dari proses pengeringan ini dapat berupa bubuk, butiran atau gumpalan. Hal ini tergantung dari sifat fisik dan kimia bahan yang dikeringkan, kondisi pengeringan, dan disain spray dryer yang digunakan .
Prinsip mikroenkapsulasi semprot kering dengan mendispersikan bahan inti ke dalam larutan penyalut. Kemudian pelarut penyalut dikeringkan dengan menyemprotkan campuran tersebut dengan udara panas. Udara panas tersebut akan menguapkan pelarut penyalut sehingga terbentuk mikrokapsul .
Pada proses pengeringan dengan spray dryer, bahan yang akan disemprotkan dalam bentuk kabut, luas permukaan bahan yang kontak dengan medium pengering dapat lebih besar, sehingga proses penguapan air dapat berlangsung dengan baik. Penyemprotan bahan dipengaruhi oleh bentuk penyemprot, kecepatan alir produk dan sifat produk .
Proses pengeringan dengan spray dryer ada 4 tahap proses yaitu :
(1) Pengabutan (atomisasi) adalah proses untuk merubah bahan yang               semula cair atau pasta menjadi tetes kecil (droplet).
 (2) Kontaknya antara tetes-tetes bahan dengan udara panas.
(3) Penguapan air dari bahan sampai diperoleh kandungan air yang   sesuai dengan yang diinginkan.
   (4) Pengambilan produk dari alat.
Walaupun pada metode ini menggunakan suhu yang tinggi namun tidak ada atau hanya sedikit kehilangan zat-zat volatil karena penguapan. Teori difusi selektif dari Rulsken dan Thijssen (1972) dan Reineccius dkk. (1982) menerangkan, ada mengenai retensi zat pada pengeringan droplet, pertama, terbentuknya lapisan film yang mengelilingi droplet yang bersifat permeable terhadap air, tetapi imipermeabel terhadap komponen volatil. Kedua, air diuapkan dari droplet, difusif dari komponen zat dalam sistem droplet menurun drastis dibandingkan dengan air, oleh karena itu faktor pengontrol terhadap kehilangan adalah lebih pada ukuran molekul dari pada titik didih. Jadi walaupun beberapa komponen zat relatip lebih volatil dan mempunyai titik didih lebih rendah daripada air, namun akan tetap bertahan selama proses pengeringan .
Pada semprot kering dihasilkan perubahan zat dengan panas induksi yang minimal, sebab bahan core dilindungi oleh enkapsulan. Selama pengeringan, emulsi zat dan air dikeringkan dengan cepat, dimana air akan menguap dan enkapsulan akan melapisi bahan  sehingga dapat melindungi bahan dari berbagai kerusakan .
Kecepatan pengeringan dan pembentukan crust pada permukaan droplet akan mempengaruhi jumlah flavor yang akan terperangkap dalam mikrokapsul. Dengan meningkatkan suhu inlet dalam spray dryer maka dapat meningkatkan jumlah bahan yang terperangkap .
Banyak faktor yang mempengaruhi kehilangan bahan  selama pengeringan, beberapa yang terpenting adalah sifat dari enkapsulan, jumlah inti dalam semprot kering (suhu inlet dan oulet). Kehilangan zat sebagian besar terjadi sebelum pembentukan lapisan film semipermeabel, dan juga ketika droplet hancur atau retak karena parameter pengeringan yang kurang baik.
Pada mikroenkapsulasi dengan spray dryer sebagian partikel yang terkena panas atau kontak hanya beberapa detik saja. Penguapan air yang cepat dari lapisan pelindung selama pembentukan partikel memungkinkan isi bahan aktif didalamnya mengalami pemanasan dibawah suhu 100ºC C, meskipun temperatur yang digunakan dalam spray dryer lebih tinggi, oleh karena itu keuntungan utama dari mikroenkapsulasi dengan semprot kering adalah kemampuannya untuk mengeringkan banyak senyawa yang labil terhadap panas .
Keuntungan lain yang didapat pada penggunaan metode semprot kering  adalah produk akhir akan menjadi kering tanpa menyentuh permukaan logam yang panas, temperatur produk akhir rendah, walaupun udara pengering yang digunakan relatif bersuhu tinggi, penguapan terjadi pada permukaan yang luas, sehingga waktu pengeringan yang dibutuhkan relatip singkat, produk akhir dapat berupa bubuk yang stabil sehingga memudahkan dalam penanganan.  Dalam enkapsulasi zat, semprot kering merupakan teknik yang banyak digunakan karena ekonomis, simpel dan fleksibel .
Pada metode semprot beku hampir sama dengan metode semprot kering, perbedaannya adalah dalam cara mengeringkan penyalutnya. Pengeringan penyalut pada semprot kering dipengaruhi oleh penguapan pelarut yang cepat dari bahan pelarut. Sedangkan pengeringan penyalut pada semprot beku dilaksanakan dengan membekukan secara termal suatu bahan penyalut yang melebur, atau dengan memadatkan suatu penyalut yang dilarutkan dengan memasukan campuran bahan inti penyalut bukan pelarut. Penghilangan bahan bukan pelarut atau pelarut dari produk tersalut kemudian dilaksanakan dengan teknik peresapan, ekstraksi, atau penguapan .
4.   Penyalutan dalam panci
Metode ini biasa digunakan untuk partikel yang relatip besar. Proses penyalutan dengan menggunakan panci yang dapat berputar. Bahan inti yang disalut biasanya berbentuk bulat (spherik). Penyalut yang digunakan berupa larutan yang menyalut inti dalam wadah yang berputar, hasil penyalutan dikeringkan dalam udara panas .
5.   Penguapan pelarut
Prosesnya dilakukan pada suatu alat pembuat cairan. Penyalut mikrokapsul dilarutkan dalam suatu pelarut yang mudah menguap, yang tidak bercampur dengan fase cairan pembawa. Bahan inti yang akan dimikroenkapsulasi dilarutkan atau didispersi dalam larutan polimer. Dengan pengocokan, campuran bahan penyalut inti terdispersi dalam fase cairan pembawa untuk mendapatkan ukuran mikrokapsul yang diinginkan. Campuran kemudian dipanaskan untuk menguapkan pelarut polimer. Bila bahan inti terdispersi dalam larutan polimer dan berkumpul mengelilingi inti. Mikrokapsul terbentuk dengan menguapkan polimer, suhu cairan pembawa diturunkan dengan pengocokan terus menerus .

Dampak Klinik Interaksi Obat


Secara teoritis banyak sekali interaksi yang mungkin terjadi dengan mekanisme yang telah diuraikan di muka. Namun demikian, tidak semuanya memberikan dampak klinik yang penting. Dampak klinik akan sangat tergantung pada ciri-ciri obat obyek. Jika profil hubungan dosis (kadar) dengan respons dari obat obyek. Di mana perubahan sedikit kadar atau jumlah obat akan berpengaruh besar terhadap efek obat, maka setiap perubahan kadar karena interaksi obat akan memberikan perubahan efek yang sangat berarti.
Obat-obat  dengan resiko toksik terapetik yang rendah (low toxic:therapeutic ratio), atau sering dikenal juga sebagai obat dengan lingkup terapi sempit. Di samping kedua hal di atas, makna klinik interaksi obat juga akan sangat tergantung kepada jenis dari efek yang  terjadi, terutama untuk interaksi farmakodinamik, yakni apabila efek obat obyek yang mengalami perubahan tersebut merupakan efek farmakologik utama/penting terhadap timbulnya efek terapetik maupun efek toksik dari obat. Misalnya perubahan sedikit saja dari efek antikoagulasi, bisa terjadi perdarahan atau kegagalan antikoagulasi yaitu meningkatnya efek toksik baik disertai dengan meningkatnya kadar obat obyek atau tidak dan dapat pula terjadi kegagalan efek terapetik.
Mekanisme interaksi farmakokinetik dan farmakodinamik tidak selamanya berdiri sendiri-sendiri. Adakalanya interaksi tersebut terjadi karena kedua mekanisme tersebut, sehingga untuk ini yang penting adalah mengevaluasi/mengobservasi efek yang terjadi. Sebagai contoh interaksi antara aspirin dengan obat – obat hipoglikemik atau dengan antikoagulan warfarin. Disamping  interaksi kinetik pada ikatan protein, juga ada interaksi dinamik yang memperberat efek yang terjadi.

Interaksi Obat


Definisi
Interaksi obat dapat didefinisikan sebagai modifikasi efek suatu obat akibat obat lain yang diberikan pada awalnya atau diberikan bersamaan; atau bila dua atau lebih obat berinteraksi sedemikian rupa sehingga keefektifan atau toksisitas satu obat berubah. Tidak semua interaksi obat membawa pengaruh yang merugikan, tetapi beberapa interaksi justru diambil manfaatnya dalam praktek pengobatan, misalnya peristiwa interaksi antara probenesid dengan penisilin, di mana probenesid akan menghambat sekresi penisilin di tubuli ginjal, sehingga akan memperlambat ekskresi penisilin dan mempertahankan penisilin lebih lama dalam tubuh. Interaksi dapat membawa dampak yang merugikan kalau terjadinya interaksi tersebut sampai tidak dikenali sehingga tidak dapat dilakukan upaya-upaya optimalisasi. Sehingga  dampak negatif dari interaksi ini yang kemungkinan akan timbul antara lain:
·         Terjadinya efek samping,
·         Tidak tercapainya efek terapetik yang diinginkan.

Obat-obat Yang Terlibat Dalam Peristiwa Interaksi Obat
Interaksi obat sedikitnya  melibatkan 2 jenis obat yaitu:
·         Obat obyek, yakni obat yang aksinya atau efeknya dipengaruhi atau diubah oleh obat lain.
·         Obat presipitan (precipitan drug), yakni obat yang mempengaruhi atau mengubah aksi atau menimbulkan efek obat lain.

Obat Obyek
Obat-obat yang kemungkinan besar menjadi obyek interaksi atau efeknya dipengaruhi oleh obat lain, umumnya adalah obat-obat yang memenuhi ciri:
a.       Obat--obat di mana perubahan sedikit saja terhadap dosis (kadar obat) sudah akan menyebabkan perubahan besar pada efek klinik yang timbul. Secara farmakologi obat-obat seperti ini sering dikatakan sebagai obat-obat dengan kurva dosis respons yang tajam (curam; steep dose response curve). Misalnya dalam hal ini pengurangan kadar sedikit saja sudah dapat mengurangi manfaat klinik (clinical efficacy) dari obat.
b.      Obat-obat dengan rasio toksis terapik yang rendah (low toxic:therapeutic ratio), artinya antara dosis toksik dan dosis terapetik tersebut perbandinganya (atau perbedaanya) tidak besar. Kenaikan sedikit saja dosis (kadar) obat sudah menyebabkan terjadinya efek toksis.
Kedua ciri obat obyek di atas, yakni apakah obat yang manfaat kliniknya mudah dikurangi atau efek toksiknya mudah diperbesar oleh obat presipitan, akan saling berkaitan dan tidak berdiri sendiri-sendiri. Obat-obat seperti ini juga sering dikenal dengan obat-obat dengan lingkup terapetik sempit (narrow therapeutic range). Obat-obat yang memenuhi ciri-ciri di atas dan sering menjadi obyek interaksi dalam klinik meliputi:
Ø  Antikoagulansia seperti warfarin,
Ø  antikonvulsansia (antikejang), antiepilepsi,
Ø  hipoglikemika, antidiabetika oral seperti tolbutamid, klorpropamid dll
Ø  anti-aritmia seperti lidokain,prokainamid dll,
Ø  glikosida jantung seperti digoksin
Ø  antihipertensi
Ø  kontrasepsi oral steroid
Ø  antibiotika aminoglikosida
Ø  Obat-obat sitotoksik
Ø  Obat-obat susunan saraf pusat, dan lain-lain.

Obat presipitan
Obat-obat presipitan adalah obat yang dapat mengubah aksi/efek obat lain. Untuk dapat mempengaruhi aksi/efek obat lain, maka obat presipitan umumnya adalah obat-obat dengan ciri sebagai berikut:
a.       Obat-obat dengan ikatan protein yang kuat, oleh karena dengan demikian akan menggusur ikatan-ikatan yang protein obat lain yang lebih lemah. Obat-obat yang tergusur ini (displaced) kemudian kadar bebasnya dalam darah akan meningkat dengan segala konsekuensinya, terutama meningkatnya efek toksik. Obat-obat yang termasuk dalam kelompok obat dengan ikatan protein kuat  misalnya aspirin, fenilbutazon, sulfa dan lain lain.
b.      Obat-obat dengan kemampuan menghambat (inhibitor) atau merangsang (inducer) enzim-enzim yang memetabolisir obat dalam hati. Obat-obat yang mempunyai sifat sebagai perangsang enzim (enzyme inducer) misalnya rifampisin, karbamazepin, fenitoin, fenobarbital dan lain-lain akan mempercepat eliminasi (metabolisme) obat-obat yang lain sehingga kadar dalam darah lebih cepat hilang. Sedangkan obat-obat yang dapat menghambat metabolisme (enzyme inhibator) termasuk kloramfenikol, fenilbutason, alopurinol, simetidin dan lain-lain,akan meningkatkan kadar obat obyek sehingga terjadi efek toksik.
c.       Obat-obat yang dapat mempengaruhi/merubah fungsi ginjal sehingga eliminasi obat-obat lain dapat dimodifikasi. Misalnya probenesid, obat-obat golongan diuretika dan lain-lain. Ciri-ciri obat presipitan tersebut adalah jika dilihat dari segi interaksi farmakokinetika, terutama pada proses distribusi (ikatan protein), metabolisme dan ekskresi renal. Masih banyak obat-obat lain yang dapat bertindak sebagai obat presipitan dengan mekanisme yang berbeda-beda.

Sediaan Semisolid


Sediaan semi solid meliputi satu kelompok produk yang diaplikasikan pada kulit atau pada membran mukosa. Termasuk sediaan semisolid yaitu salep, krim, gel dan pasta.
1.   Salep (ungueta) adalah sediaan semi solid yang ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir (menurut Farmakope Indonesia edisi IV). Tujuan Pembuatan Salep Pengobatan lokal pada kulit, Melindungi kulit (pada luka agar tidak terinfeksi), Melembabkan kulit.
2.   Krim (cream) adalah sediaan semi solid yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair diformulasikan sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Krim dapat digunakan untuk pemberian obat, melalui vaginal. (Farmakope Indonesia edisi IV). 
Krim berupa emulsi kental mengandung tidak kurang dari 60% air, yang dimaksudkan untuk pemakaian luar. Tipe krim ada 2 yaitu: krim tipe air/minyak (w/o) dan krim minyak/air (o/w) umumnya disebut vanishing cream, mengandung air dalam persentase yang besar dan asam stearat. Rata-rata jenis krim o/w lebih mudah dibersihkan daripada kebanyakan salep.
3.   Gel atau jelly merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan (Farmakope Indonesia edisi IV).
Gel dapat digolongkan baik dalam sistem 2 fase atau dalam sistem satu fase. Sistem 2 fase sering disebut juga magma atau susu. Massa gel dapat terdiri dari gumpalan partikel-partikel kecil dan bukan molekul-molekul besar seperti ditemukan pada gel aluminium hidroksida, magma bentonit dan magma magnesium. 
4.   Pasta adalah sediaan semi padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang ditujukan untuk pemakaian topikal. Konsistensi pasta seperti suspensi yang padat karena mengandung konsentrasi bahan padat yang tinggi sekitar 30-70%. Pasta umumnya dibuat dengan mencampurkan zat padat langsung ke dalam sistem yang dikentalkan dengan menggerus sebagai basis untuk membentuk massa seperti pasta. Pasta sebagai sediaan memiliki perubahan bentuk plastis dengan suatu batas mengalir.
Pasta mengandung lebih banyak bahan padat dan oleh karena itu lebih kental dan kurang meresap daripada salep. Pasta biasanya digunakan karena kerjanya yang melindungi dan kemampuannya menyerap kotoran serum dari luka-luka di kulit