Kamis, 09 Mei 2013

Pewarna Makanan


Pada dasarnya alam sudah menyediakan segala sesuatu yang diperlukan manusia, termasuk kebutuhan akan zat pewarna. Zat pewarna yang berasal dari alam disebut dengan pewarna alami. Zat pewarna alami lebih aman pengunaannya, karena tidak mempunyai efek samping yang membahayakan bagi tubuh. Akan tetapi zat pewarna telah bergeser penggunaannya karena zat warna ini mudah sekali memudar dan kurang cemerlang warnanya, sehingga makanan menjadi kurang menarik. Beberapa contoh zat warna alami misalnya kurkumin yang diperoleh dari kunyit, zat ini digunakan pada makanan dan minuman yang tidak mengandung alkohol seperti sari buah, margarin dan mentega. Warna hijau secara alami didapat dari daun dan buah, misalnya dari daun pandan dan daun suji, zat warna ini disebut klorofil. Sedangkan untuk warna merah bisa diperoleh dari tomat, orange dari wortel dan coklat dari karamel. Adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat manusia berusaha mendapatkan bahan pewarna yang praktis, yang identik dengan zat warna aslinya yang dikenal dengan zat warna sintetis.
Warna dari suatu produk makanan ataupun minuman merupakan salah satu ciri yang sangat penting. Warna merupakan kriteria dasar untuk menentukan kualitas makanan, antara lain warna juga dapat memberi petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan, seperti pencoklatan. Bahan pewarna makanan kadang-kadang ditambahkan dalam makanan untuk membantu mengenali identitas atau karakteristik dari suatu makanan; untuk mempertegas warna alami dari makanan; untuk mengkoreksi variasi alami dalam warna; untuk menjaga keseragaman warna dari batch ke batch, di mana variasi tersebut biasa terjadi pada intensitas warna; dan memperbaiki penampilan makanan yang mengalami perubahan warna alaminya selama proses pengolahan maupun penyimpanan.
Zat pewarna makanan sering kali menimbulkan masalah kesehatan, terutama dalam penyalahgunaan pemakaiannya. Betapa tidak, zat warna untuk tekstil dan kulit terkadang dipakai untuk mewarnai makanan. Di Indonesia terdapat kecenderungan penyalahgunaan penggunaan zat warna, zat warna untuk sembarang bahan pangan; misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan makanan. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan zat pewarna tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan rakyat mengenai zat pewarna untuk makanan, atau disebabkan karena tidak adanya penjelasan dalam label yang melarang penggunaan senyawa tersebut untuk bahan pangan, dan harga zat pewarna untuk industri relatif jauh lebih murah dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk makanan.
Zat pewarna dibagi menjadi dua kelompok yaitu certified color dan uncertified color. Perbedaan antara certified dan uncertified color adalah: bila certified color merupakan zat pewarna sintetik yang terdiri dari dye dan lake, maka uncertified color adalah zat pewarna yang berasal dari bahan alami.
a.      Uncertified color additive ( zat pewarna tambahan alami)
Zat pewarna yang termasuk dalam uncertified color ini adalah zat pewarna alami  (ekstrak pigmen dari tumbuh-tumbuhan) dan zat pewarna mineral, walaupun ada juga beberapa zat pewarna seperti ß-karoten dan kantaxantin yang telah dapat dibuat secara sintetik. Untuk penggunaannya bebas sesuai prosedur sertifikasi dan termasuk daftar yang tetap. Satu-satunya zat pewarna uncertified yang penggunaannya masih bersifat sementara adalah Carbon Black.
b.      Certified color (zat pewarna sintetik)
Zat pewarna sintetis lebih mudah didapatkan dan praktis dalam penggunaannya. Bahan pewarna sintetis yang didapatkan tidak hanya untuk makanan, tetapi juga untuk kepentingan industri lain seperti pewarna tekstil, cat, kertas, kulit dan sebagainya. Pada kenyatannya, penggunaan zat warna sintetis di industri kecil tidak dapat dikontrol. Ada dua macam yang tergolong certified color yaitu dye dan lake.(17) Keduanya adalah zat pewarna buatan. Zat pewarna yang termasuk golongan dye telah melalui prosedur sertifikasi dan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh FDA. Sedangkan zat pewarna lake yang hanya terdiri dari satu warna dasar, tidak merupakan warna campuran juga harus mendapat sertifikat.
                                                                           1.            Dye
Dye adalah zat pewarna yang umumnya bersifat larut dalam air dan larutannya dapat mewarnai. Pelarut yang dapat digunakan selain air adalah propilenglikol, gliserin, atau alkohol. Dye dapat juga diberikan dalam bentuk kering apabila proses pengolahan produk tersebut ternyata menggunakan air. Dye terdapat dalam bentuk bubuk, butiran, pasta, maupun cairan yang penggunaannya tergantung dari kondisi bahan, kondisi proses, dan zat pewarnanya sendiri.
                                                                           2.            Lake
Zat pewarna ini merupakan gabungan dari zat warna (dye) dengan radikal basa (Al atau Ca) yang dilapisi dengan hidrat alumina atau Al(OH)3. Lapisan alumina atau Al(OH)3 ini tidak larut dalam air, sehingga lake ini tidak larut pada hampir semua pelarut. Sesuai dengan sifatnya yang tidak larut dalam air, zat pewarna ini digunakan untuk produk-produk yang tidak boleh terkena air.Lake sering kali lebih baik digunakan untuk produk-produk yang mengandung lemak dan minyak daripada dye, karena FD & C Dye tidak larut dalam lemak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar