Pada dasarnya alam sudah menyediakan segala sesuatu yang
diperlukan manusia, termasuk kebutuhan akan zat pewarna. Zat pewarna yang
berasal dari alam disebut dengan pewarna alami. Zat pewarna alami lebih aman
pengunaannya, karena tidak mempunyai efek samping yang membahayakan bagi tubuh.
Akan tetapi zat pewarna telah bergeser penggunaannya karena zat warna ini mudah
sekali memudar dan kurang cemerlang warnanya, sehingga makanan menjadi kurang
menarik. Beberapa contoh zat warna alami misalnya kurkumin yang diperoleh dari
kunyit, zat ini digunakan pada makanan dan minuman yang tidak mengandung
alkohol seperti sari buah, margarin dan mentega. Warna hijau secara alami
didapat dari daun dan buah, misalnya dari daun pandan dan daun suji, zat warna
ini disebut klorofil. Sedangkan untuk warna merah bisa diperoleh dari tomat,
orange dari wortel dan coklat dari karamel. Adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi membuat manusia berusaha mendapatkan bahan pewarna yang praktis, yang
identik dengan zat warna aslinya yang dikenal dengan zat warna sintetis.
Warna dari suatu produk makanan ataupun
minuman merupakan salah satu ciri yang sangat penting. Warna merupakan kriteria
dasar untuk menentukan kualitas makanan, antara lain warna juga dapat memberi petunjuk
mengenai perubahan kimia dalam makanan, seperti pencoklatan. Bahan pewarna
makanan kadang-kadang ditambahkan dalam makanan untuk membantu mengenali
identitas atau karakteristik dari suatu makanan; untuk mempertegas warna alami
dari makanan; untuk mengkoreksi variasi alami dalam warna; untuk menjaga
keseragaman warna dari batch ke batch, di mana variasi tersebut
biasa terjadi pada intensitas warna; dan memperbaiki penampilan makanan yang
mengalami perubahan warna alaminya selama proses pengolahan maupun penyimpanan.
Zat pewarna makanan sering kali menimbulkan
masalah kesehatan, terutama dalam penyalahgunaan pemakaiannya. Betapa tidak,
zat warna untuk tekstil dan kulit terkadang dipakai untuk mewarnai makanan. Di
Indonesia terdapat kecenderungan penyalahgunaan penggunaan zat warna, zat warna
untuk sembarang bahan pangan; misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit
dipakai untuk mewarnai bahan makanan. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan
karena adanya residu logam berat pada pewarna tersebut. Timbulnya
penyalahgunaan zat pewarna tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan rakyat
mengenai zat pewarna untuk makanan, atau disebabkan karena tidak adanya
penjelasan dalam label yang melarang penggunaan senyawa tersebut untuk bahan
pangan, dan harga zat pewarna untuk industri relatif jauh lebih murah
dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk makanan.
Zat pewarna dibagi menjadi dua kelompok yaitu certified
color dan uncertified color. Perbedaan antara certified dan uncertified
color adalah: bila certified color merupakan zat pewarna sintetik
yang terdiri dari dye dan lake, maka uncertified color adalah
zat pewarna yang berasal dari bahan alami.
a. Uncertified color additive ( zat pewarna tambahan alami)
Zat pewarna yang termasuk dalam uncertified
color ini adalah zat pewarna alami (ekstrak
pigmen dari tumbuh-tumbuhan) dan zat pewarna mineral, walaupun ada juga
beberapa zat pewarna seperti ß-karoten dan kantaxantin yang telah dapat dibuat
secara sintetik. Untuk penggunaannya bebas sesuai prosedur sertifikasi dan termasuk
daftar yang tetap. Satu-satunya zat pewarna uncertified yang penggunaannya
masih bersifat sementara adalah Carbon Black.
b. Certified color (zat pewarna sintetik)
Zat pewarna
sintetis lebih mudah didapatkan dan praktis dalam penggunaannya. Bahan
pewarna sintetis yang didapatkan tidak hanya untuk makanan, tetapi juga untuk
kepentingan industri lain seperti pewarna tekstil, cat, kertas, kulit dan
sebagainya. Pada kenyatannya, penggunaan zat warna sintetis di industri kecil
tidak dapat dikontrol. Ada dua macam yang tergolong certified color yaitu
dye dan lake.(17) Keduanya adalah zat pewarna buatan.
Zat pewarna yang termasuk golongan dye telah melalui prosedur
sertifikasi dan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh FDA. Sedangkan
zat pewarna lake yang hanya terdiri dari satu warna dasar, tidak merupakan
warna campuran juga harus mendapat sertifikat.
1.
Dye
Dye
adalah zat pewarna yang umumnya bersifat larut dalam air dan
larutannya dapat mewarnai. Pelarut yang dapat digunakan selain air adalah
propilenglikol, gliserin, atau alkohol. Dye dapat juga diberikan dalam
bentuk kering apabila proses pengolahan produk tersebut ternyata menggunakan
air. Dye terdapat dalam bentuk bubuk, butiran, pasta, maupun cairan yang
penggunaannya tergantung dari kondisi bahan, kondisi proses, dan zat pewarnanya
sendiri.
2.
Lake
Zat
pewarna ini merupakan gabungan dari zat warna (dye) dengan radikal basa
(Al atau Ca) yang dilapisi dengan hidrat alumina atau Al(OH)3. Lapisan alumina
atau Al(OH)3 ini tidak larut dalam air, sehingga lake ini tidak larut
pada hampir semua pelarut. Sesuai dengan sifatnya yang tidak larut dalam air,
zat pewarna ini digunakan untuk produk-produk yang tidak boleh terkena air.Lake
sering kali lebih baik digunakan untuk produk-produk yang mengandung lemak
dan minyak daripada dye, karena FD & C Dye tidak larut dalam
lemak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar