A. Definisi Stabilitas
Stabilitas di definisikan sebagai kemampuan suatu produk untuk bertahan dalam batas yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan, sifat dan karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat. Faktor lingkungan seperti suhu (temperatur), radiasi, cahaya, udara (terutama oksigaen, karbondioksida dan uap air) dan kelembaban dapat mempengaruhi stabilitas. Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi stabilitas, yaitu : ukuran partikel, pH, sifat air dan pelarut yang di gunakan, sifat kemasan dan keberadaan bahan kimia lain yang merupakan kontaminan atau dari pencampuran produk berbeda yang secara sadar ditambahkan, dapat mempengaruhi satabilitas sediaan.
Ada lima jenis stabilitas yang umum dikenal, yaitu :
1. Stabilitas Kimia, tiap zat aktif mempertahankan keutuhan kimiawi dan potensiasi yang tertera pada etiket dalam batas yang dinyatakan dalam spesifikasi.
2. Stabilitas Fisika, mempertahankan sifat fisika awal, termasuk penampilan, kesesuaian, keseragaman, disolusi, dan kemampuan untuk disuspensikan.
3. Stabilitas Mikrobiologi, sterilisasi atau resistensi terhadap pertumbuhan mikroba dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang tertera. Zat antimikroba yang ada mempertahankan efektifitas dalam batas yang ditetapkan.
4. Stabilitas Farmakologi, efek terapi tidak berubah selama usia guna sediaan.
5. Stabilitas Toksikologi, tidak terjadi peningkatan bermakna dalam toksisitas selama usia guna sediaan.
B. Stabilitas Fisika
Stabilitas fisika adalah mengevaluasi perubahan sifat fisika dari suatu produk yang tergantung waktu (periode penyimpanan). contoh dari perubahan fisika antara lain : migrasi (perubahan) warna, perubahan rasa, perubahan bau, perubahan tekstur atau penampilan. Evaluasi dari uji stabilitas fisika meliputi : pemeriksaan organoleptik, homogenitas, ph, bobot jenis.
Kriteria stabilitas fisika:
· penampilan fisika meliputi; warna, bau, rasa, tekstur, bentuk sediaan
· keseragaman bobot
· keseragaman kandungan
· suhu
· disolusi
· kekentalan
· bobot jenis
· visikositas
Sifat fisik meliputi hubungan tertentu antara molekul dengan bentuk energi yang telah ditentukan dengan baik atau pengukuran perbandingan standar luar lainnya.10 Dengan menghubungkan sifat fisik tertentu dengan sifat kimia dari molekul-molekul yang hubungannya sangat dekat, kesimpulannya adalah :
· menggambarkan susunan ruang dari molekul obat
· memberikan keterangan untuk sifat kimia atau fisik relatif dari sebuah molekul
· memberikan metode untuk analisis kualitatif dan kuantitatif untuk suatu zat farmasi tertentu.
Kestabilan Fisika
1. Suhu
Kondisi penyimpanan yang dianjurkan ini ditentukan sebagai berikut :
· Sejuk, adalah suhu yang tidak lebih dari 8º C
· Pendingin adalah tempat pendingin di mana suhu dipertahankan secara termostatik antara 8º dan 15º C.
· Tempat pembeku adalah ruang pendingin yang suhunya diatur antara -20 dan -10 C.
· Dingin didefinisian sebagai suhu antara 8 dan 15 C
· Suhu kamar adalah suhu yang berlaku di area kerja.
· Suhu Kamar Terkendali adalah suhu yang dipertahankan secara termostatik antara 15-30 C.
· Hangat adalah suhu yang berkisar antara 30-40 C, dan
· Kelewat Panas adalah suhu di atas 40 C.5
Bahan-bahan yang apabila dibekukan dapat kehilangan potensi atau mengalami degradasi secara fisik maka label yang disertakan pada kemasan harus memuat peringatan yang sesuai untuk mencegah produk tersebut dibekukan. Kemasan bulk tidak memerlukan persyaratan penyimpanan bila produk tersebut segera dipakai atau akan dikemas ulang untuk peracikan atau distribusi. Apabila pada monografi tidak dicantumkan persyaratan penyimpanan secara khusus, hal tersebut seharusnya telah dipahami, bahwa persyaratan standar yang wajib (seperti terlindung dari lembab, pembekuan dan lewat panas) sudah tercantumkan dengan sendirinya didalamnya.11
2. Warna
Dilihat dari warna, kestabilan fisika pada zat tidak berubah pada penyimpanan dalam jangka waktu tertentu.
3. Bau
Tidak terjadi perubahan bau semenjak dari awal pembuatan, pada saat penyimpanan sampai zat tersebut digunakan.
4. Rasa
Rasa dari zat tersebut sesuai dengan monografi zat tersebut, tidak berubah pada saat penyimpanan hingga saat pemakaian.
5. Kekentalan
Kekentalan dari zat tersebut tidak boleh berubah dari saat disimpan hingga digunakan.
6. Visikositas
Visikositas dalam zat tersebut tidak berubah sampai saat digunakan. Seperti suspensi tidak terjadi pengentalan yang menyebabkan terlalu tinggi kekentalannya sehingga mudah dituang
7. Bobot jenis
Bobot jenis zat tersebut harus tetap stabil dalam penyimpanan, hingga saat dipakai dan digunakan.
Ketidakstabilan Fisika
Berikut ini akan diuraikan jenis ketidakstabilan yang paling penting, tanpa memperdulikan kesempurnaan prosesnya.
1. Perubahan struktur kristal
Banyak bahan obat menunjkkan perilaku polomorfi, yang disebabkan oleh perubahan lingkungan, yang tidak terdeteksi secara organoleptis. Akan tetapi umumnya menyebabkan terjadinya perubahan dalam perilaku pembebasan dan resorpsi bahan obat.
2. Perubahan kondisi distribusi
Dengan aktifnya daya gravitasi akan terjadi fenomena pemisahan pada sistem cairan banyak fase, namun dalam stadium lanjut dapat terlihat sebagai sedimentasi atau pengapungan.
3. Perubahan konsisitensi atau kondisi agregat
Sediaan obat semi padat seperti salep atau pasta selama penyimpanan dapat mengalami pengerasan.
4. Perubahan perbandingan kelarutan
Pada sistem dispersi molekular (misalnya larutan bahan obat) dapat terjadi pemisahan bahan terlarut (kristalisasi atau pengedapan) melalui perubahan konsentrasi akibat penguapan bahan pelarut.
5. Perubahan perbandingan hidratasi
Melalui pengambilan atau pelepasan cairan dapat mempengaruhi perbandingan hidratasi senyawa sekaligus sifatnya secara nyata.7
C. Stabilitas Farmakologi
Aktivitas senyawa bioaktif disebabkan oleh interaksi antara molekul obat dengan bagian molekul dari obyek biologis yaitu resptor spesifik. Untuk dapat berinteraksi dengan reseptor spesifik dan menimbulkan aktivitas spesifik, senyawa bioaktif harus mempunyai stuktur sterik dan distribusi muatan yang spesifi pula. Dasar dari aktivitas bioogis adalah proses-proses kimia yang kompleks mulai dari saat obat diberikan sampai terjadinya respons biologis.
Gambar 1. Skema aktivitas obat
Fasa-fasa yang mempengaruhi aktivitas obat
1. Fasa farmasetik
Fasa ini menentukan ketersediaan farmasetik yaitu ketersediaan senyawa aktif untuk dapat diabsorpsi oleh sistem biologis. Untuk dapat diabsorpsi senyawa obat harus dalam bentuk molekul dan mempunyai lipofilitas yang sesuai. Bentuk molekul senyawa dipengaruhi oleh nilai pKa dan pH lingkungan (lambung pH= 1-3 dan usus pH = 5-8).
Pada fasa I selain sifat molekul obat, seperti kestabilan terhadap asam lambung dan larutan dalam air, formulasi farmasetis dan bentuk sediaan yang digunakan juga penting untuk aktivitas obat.
2. Fasa Farmakokinetik
Meliputi proses fasa II dan fasa III. Fasa II adalah proses absorpsi molekul obat yang mengahasilkan ketersediaan biologis obat, yaitu senyawa aktif dalam cairan darah (Ph = 7,4) yang akan didistribusikan ke jaringan atau organ tubuh. Fasa III adalah fasa yang melibatkan proses distribusi, metabolisme dan ekresi obat, yang menentukan kadar senyawa aktif pada kompartemen tempat reseptor berbeda. Fasa I, II dan III menentukan kadar obat aktif yang dapat mencapai jaringan target.
3. Fasa Farmakodinmik
Meliputi proses fasa IV dan fasa V. Fasa IV adalah tahap interaksi molekul senyawa aktif dengan tempat aksi spesifik atau reseptor pada jaringan target, yang dipengaruhi oleh ikatan kimia yang terlibat. Fasa V adalah induksi rangsangan, dengan melalui proses biokimia, menyebabkan terjadinya respons biologis.
D. Stabilitas Kimia
Stabilitas kimia suatu obat adalah lamanya waktu suatu obat untuk mempertahanakan integritas kimia dan potensinya seperti yang tercantum pada etiket dalam batas waktu yang ditentukan6. Pengumpulan dan pengolahan data merupakan langkah menentukan baik buruknya sediaan yang dihasilkan, meskipun tidak menutup kemungkinan adanya parameter lain yang harus diperhatikan. Data yang harus dikumpulkan untuk jenis sediaan yang berbeda tidak sama, begitu juga untuk jenis sediaan sama tetapi cara pemberiannya lain. Jadi sangat bervariasi tergantung pada jenis sediaan, cara pemberian, stabilitas zat aktif dan lain-lain.
Data yang paling dibutuhkan adalah data sifat, kimia, kimiafisik, dan kerja farmakologi zat aktif (data primer), didukung sifat zat pembantu (data sekunder). Secara reaksi kimia zat aktif dapat terurai karena beberapa faktor diantaranya ialah, oksigen (oksidasi), air (hidrolisa), suhu (oksidasi), cahaya (fotolisis), karbondioksida (turunnya pH larutan), sesepora ion logam sebagai katalisator reaksi oksidasi. Jadi jelasnya faktor luar juga mempengaruhi ketidakstabilan kimia seperti, suhu, kelembaban udara dan cahaya.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Kimia
Masing-masing bahan tambahan baik yang memiliki efek terapetik atau non terapetik dapat mempengaruhi stabilitas senyawa aktif dan sediaan. Faktor kondisi lingkungan yang utama yang dapat mengurangi stabilitas termasuk di dalamnya Paparan temperatur yang ekstrim, cahaya, kelembaban dan CO2. Faktor utama dari bentuk sediaan yang dapat mempengaruhi stabilitas obat, termasuk ukuran partikel, pH, komposisi sistem pelarutan, kompatibilitas anion dan kation, kekuatan larutan ionik, kemasan primer, bahan tambahan kimia yang spesifik dan ikatan kimia dan difusi dari obat dan bahan tambahan. Dalam berbagai bentuk sediaan reaksi-reaksi ini dapat mengakibatkan rusaknya kandungan zat aktif, antara lain adalah
1. Hidrolisis
Ikatan amida juga dpt terhidrolisa meskipun kecepatan hidrolisanya lebih lambat disbanding ester. Sebagai contoh prokain akan terhidrolisa apabila di autoklaf, tetapi senyawa prokainamid tidak terhidrolisa.
Gugus laktam dan azometin (imine) dalam benzodiazepine juga dapat tehidrolisis. Faktor kimia yang dapat menjadi katalis dalam reaksi hidrolisi adalah pH dan senyawa kimia tertentu (contohnya dextrose dan tembaga dalam kasus hidrolisa ampisilin)
2. Epimerisasi
Senyawa tetrasiklin paling umum mengalami epimerisasi. Reaksi terjadi dengan cepat ketika obat dilarutkan dan terpapar dg pH lebih dari 3, mengakibatkan terjadinya perubahan sterik pd gugus dimetilamin. Bentuk epimer dari tetrasiklin seperti epitetrasiklin tidak memiliki aktifitas anti bakteri.
3. Dekarboksilasi
Beberapa asam senyawa asam karboksilat terlarut seperti para-amini salisilic acid dapat kehilangan CO2 dari gugus karboksil ketika dipanaskan. Produk urainya memiliki potensi farmakologi yang rendah. Beta-keto dekarboksilasi dpt terjadi pada beberapa antibiotik yg memiliki gugus karbonil pada beta karbon dari asam karboksilat atau anion karboksilat. Dekarboksilasi akan terjadi pada beberapa antibiotik : Carbenicillin sodium, Carbenicillin free acid, Ticarcillin sodium, Ticarcillin free acid6
4. Dehidrasi
Dehidrasi yg dikatalisis oleh asam pd gol tetrasiklin menghasilkan senyawa epianhidrotetrasiklin, senyawa yg tdk memiliki efek anti bakteri dan memiliki efek toksisitas
5. Oksidasi
Struktur molekular yang dapat mudah teroksidasi adalah gugus hidroksil yang terikat langsung pada cincin aromatik (contoh pd katekolamin dan morfin), gugus dien terkonjugasi (vit A dan asam lemak tak jenuh), cicin heterosiklik aromatik, gugus turunan nitroso dan nitrit dan aldehid (flavoring). Produk hasil oksidasi biasanya memiliki efek terapetik lebih rendah. Identifikasi secara visual bisa terlihat pada perubahan warna contohnya pada kasus efineprin. Oksidasi dapat dikatalisa oleh pH ion logam contohnya tembaga dan besi, paparan terhadap oksigen, UV.7
6. Dekomposisi fotokimia
Paparan pada UV dapat menyebabkan oksidasi (foto oksidasi) dan fotolisis pada ikatan kovalen. Nipedipin, nitroprusin, ribovlavin, dan fenotiazin sangat tidak stabil terhadap foto oksidasi.
7. Kekuatan Ion
Efek dari jumlah elektrolit yang terlarut terhadap kecepatan hidrolisis dipengaruhi oleh kekuatan ion pada interaksi inter ionik. Secara umum konstanta kecepatan hidrolisis berbanding tebalik dengan kekeuatan ion dan sebaliknya dengan muatan ion, sebagai contoh obat-obat kation yang diformulasikan dengan bahan tambahan anion.8
8. Perubahan Nilai pH
Degradasi dari banyak senyawa obat dalam larutan dapat dipercepat atau diperlambat secara ekponensial oleh nilai pH yg naik atau turun dari rentang pH nya. Nilai pH yang di luar rentang dan paparan terhadap temperatur yang tinggi adalah faktor yang mudah mengkibatkan efek klinik dari obat secara signifikan, akibat dari reaksi hidrolisis dan oksidasi. Larutan obat atau suspensi obat dapat stabil dalam beberapa hari, beberapa minggu, atau bertahun-tahun pada formulasi aslinya, tetapi ketika dicampurkan dengan larutan lain yg dapat mempengaruhi nilai pH nya, senyawa aktif dapat terdegradasi dalam hitungan menit.
Sistem pH dapar yang biasanya terdegradasi dari asam atau basa lemah dan garamnya biasanya ditambahkan ke dalam sediaan cair ditambahkan untuk mempertahankan pHnya pada rentang dimana terjadinya degradasi obat minimum. Pengaruh pH pada kestabilan fisik sistem dua fase contohnya emulsi juga penting, sebagai contoh kestabilan emulsi intravena lemak dirusak oleh pH asam.
9. Interionik
Kelarutan dari muatan ion yg berlawanan tergantung pada jumlah muatan ionnya dan ukuran molekulnya. Secara umum ion2 polivalen dengan muatan berlawanan bersifat inkompatibel. Jadi inkompatibilitasnya lebih mudah terjadi dengan penambahan sejumlah besar ion dengan muatan yang berlawanan.8
10. Kestabilan bentuk padat
Reaksi pada kondisi padat relatif bersifat lambat, kecepatan degradasinya dikarakterisasi sesuai dengan kecepatan kinetik orde 1 atau sesuai dengan kurva signoid. Sehingga obat-obat berbentuk padat dengan titik leleh yang rendah tidak boleh dikombinasikan dengan bahan kimia lain yang dapat membentuk campuran uetectic.
Pada kondisi kelembaban yang tinggi, kecepatan dekomposisinya berubah sesuai dengan kecepatan kinetik orde nol, karena kecepatan dekomposisinya diatur secara relatif oleh fraksi kecil dari obat yang muncul pada larutan jenuh yang letaknya pada permukaan atau atau di dalamnya.1
11. Temperatur
Secara umum kecepatan reaksi kimia meningkat secara eksponensial setiap kenaikan 10 derajat suhu. Faktor nyata yg mengakibatkan kenaikan kecepatan reaksi kimia ini adalah karena aktifasi energi. Waktu simpan obat pd suhu ruang biasanya akan berkurang ¼ atau 1/25 dari waktu simpan di dalam refrigrator. Temperatur dingin juga dapat mengakibatkan ketidakstabilan. Sebagai contoh refrigerator dapat mengkibatkan kenaikan viskositas pada sediaan cair dan menyebabkan supersaturasi pada kasus lain, dingin atau beku dapat merubah ukuran droplet pd emulsi, dapat mendenaturasi protein atau pada kasus tertentu dapat menyebabkan kelarutan beberapa polimerik obat dapat berkurang.
E. Stabilitas Mikrobiologi
Stabilitas mikrobiologi suatu sediaan adalah keadaan di mana tetap sediaan bebas dari mikroorganisme atau memenuhi syarat batas miroorganisme hingga batas waktu tertentu.5 Terdapat berbagai macam zat aktif obat, zat tambahan serta berbagai bentuk sediaan dan cara pemberian obat. Tiap zat, cara pemberian dan bentuk sediaan memiliki karakteristik fisika-kimia tersendiri dan umumnya rentan terhadap kontaminasi mikroorganisme dan/atau memang sudah mengandung mikroorganisme yang dapat mempengaruhi mutu sediaan karena berpotensi menyebabkan penyakit, efek yang tidak diharapkan pada terapi atau penggunaan obat dan kosmetik.
Oleh karena itu farmakope telah mengatur ketentuan mengenai kandungan mikroorganisme pada sediaan obat maupun kosmetik dalam rangka memberikan hasil akhir berupa obat dan kosmetika yang efektif dan aman untuk digunakan atau dikonsumsi manusia. Stabilitas mikrobiologi diperlukan oleh suatu sediaan farmasi untuk menjaga atau mempertahankan jumlah dan menekan pertumbuhan mikroorgansme yang terdapat dalam sediaan tersebut hingga jangka waktu tertentu yang diinginkan.4
Jenis Mikroorganisme yang Terdapat Pada Obat dan Kosmetik
Factor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada sediaan antara lain adalah kesesuaian pH, suhu, kelembapan, keberadaan air, nutrisi, dan factor cahaya. Mikroorganisme yang dapat mucul pada sediaan kosmetik dan obat diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Bakteri Gram Positif
· Staphylococcus aureus
· Streptococcus pyogenes
· Enterococcus sp.
· Clostridium perfringens
· Clostridium tetani
2. Bakteri Gram Negatif
· Pseudomonas aeruginosa
· Klebsiella
· Enterobacteriae
3. Fungi
· Candida albicans
· Candida parapsilosis
· Malassezia furfur
· Tricophyton spp.
· Trichoderma
· Aspergillus spp.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Mikrobiologi
Stabilitas mikrobiologi suatu sediaan dapat dipengaruhi oleh beberap factor, antara lain:
1. Faktor Sifat Fisika-Kimia Zat aktif dan Zat tambahan
Sifat fisika kimia zat aktif maupun zat tambahan dapat mempengaruhi stabilitas mikrobiologi sediaan. Zat yang bersifat higroskopik atau hidrofilik rentan terhadap kontaminasi mikroorganisme. Hal ini berhubungan dengan adanya air yang merupakan media pertumbuhan bagi mikroorganisme.
Sedangkan untuk zat yang secara alami bersifat sebagai antimikroba, suatu sediaan yang mengandung bahan tersebut pada keadaan tertentu tidak memerlukan penambahan zat pengawet. Contohnya adalah alkohol dalam eliksir. Larutan-larutan dengan kandungan gula yang tinggi, seperti sirup sederhana, resisten terhadap pertumbuhan mikroorganisme. Sebaliknya, larutan sukrosa encer merupakan media makanan yang efisien untuk pertumbuhan bakteri dan jamur.5
2. Faktor Kontaminasi dari Bahan Baku dan Proses
Bahan baku alami dalam bantuk air yang bebas serbuk atau granula dapat menjadi tempat tumbuhnya mikroorganisme, virus atau pun toksin mikroba. Analisa terhadap bahan-bahan ini dapat menunjukkan keberadaan bakteri, spora Clostridium, Staphylococci, kapang dan khusunya toksin fungi/jamur.
Kemungkinan keberadaan mereka mungkin sudah ada semenjak tahap persiapan produksi. Bahan alami yang diekstrak, diproduksi maupun disediakan dalam bantuk cair juga rentan terhadap kontaminasi mikroorganisme. Cara pengawetan yang tidak tepat ketiga digunakan utuk menghasilkan produk dalam bentuk larutan, disperse atau pun emulsi dapat mendukung pertumbuhan mikroorganisme Gram negative seperti Enterobacter spp., E. coli, Citrobacter spp., Pseudomonas spp dan lainnya.
Bahan baku kosmetik dan obat memrlukan perlindungan dri kontaminasi mikroorganisme selama transportasi, penyimpanan dan produksi. Bahan baku yang terkontaminasi akan menginduksi mikroorganisme ke dalam proses sehingga produk dapat memiliki kandungan mikroorganisme yang berlebihan. Dengan demikian bahan pengawet yang ditambahkan ke dalam sediaan pun menjadi tidak efektif dan tidak memadai lagi sebagai antimikroba.5
F. Stabilitas Toksikologi
Stabilitas toksikologi adalah ukuran yang menujukkan ketahanan suatu senyawa/bahan akan adanya pengaruh kimia, fisika, mikrobiologi dan farmakologi yang tidak menyebabkan peningkatan toksisitas secara signifikan. Efek toksik dapat dibedakan, menjadi :
1. Efek toksik akut, mempunyai korelasi langsung dengan absorpsi zat toksik
2. Efek toksik kronis, zat toksik dalam jumlah kecil diabsorpsi sepanjang jangka waktu lama, terakumulasi, mencapai konsentrasi toksik akhirnya timbul keracunan.
Toksisitas jangka panjang, efek toksik baru muncul setelah periode waktu laten yang lama sebagai contoh kerja karsinogenik dan mutagenik. Penggolongan toksikologi dengan cara lain berdasarkan jenis zat dan keadaan yang mengakibatkan kerja toksik, yaitu : kerja / efek tidak diinginkan, keracunan akut pada dosis berlebih, pengujian terhadap toksisitas dan toleransi pada fase praklinik.
Faktor Yang Mempengaruhi Stabilitas Tosikologi
Zat kimia disebut xenobiotik (xeno = asing), dimana setiap zat kimia baru harus diteliti sifat-sifat toksiknya sebelum diperbolehkan penggunaannya secara luas.3 Adapun faktor-faktor yang menyebabkan toksisitas adalah :
1. Dosis
Dosis menentukan apakah suatu zat kimia adalah racun. Untuk setiap zat kimia, termasuk air, dapat ditentukan dosis kecil yang tidak berefek sama sekali atau dosis besar sekali yang dapat menimbulkan keracunan dan kematian.
2. Faktor bahan penyusun
a. stabilitas bahan aktif
b. bahan pembantu
a) Dapar
Merupakan suatu campuran asam lemah dengan garamnya atau basa lemah dengan garamnya. tujuannya adalah untuk mempetahankan ph, meningkatkan stabilitas obat, meningkatkan kelarutan obat, efek terapetik. Kriteria pemilihan dapar, yaitu :
(a) dapar mempunyai kapasitas yang memadai dalam kisaran pH yang dinginkan (untuk mempertahankan stabilitas obat maka daparnya kecil)
(b) dapar harus aman secara biologis
(c) dapar tidak mempunyai efek merusak stabilitas produk
(d) memperbaiki rasa dan warna yang dapat diterima
b) Pengawet
Kemungkinan kontaminasi selama pembuatan, penyimpanan dan penggunaan. Sumber kontaminan; berasal dari manusia, bahan obat, bahan tambahan, lingkungan, alat-alat dan bahan pengemas. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas pengawet:
(a) Koefisien distribusi liphoid-air à yang dipilih pengawet yang larut
(b) Harga pH à karena pengawet yang dapat menimbulkan aktivitas adalah pengawet yang tidak terdisosiasi atau terdapat dalam bentuk molekul yang dapat menembus membran
(c) Konsentrasi, ada yang menghambat pertumbuhan dan juga mematikan sel
(d) Suhu, dengan kenaikan suhu berarti terjadi kenaikan aktivitas pengawet
Syarat memilih bahan pengawet, yaitu perlu dipilih bahan yang dapat tersatukan secara fisiologis, tidak toksik, alergi dan sensibilisasi, yang kesemuanya tergantunng dosis, dapat tercampur dengan bahan aktif dan bahan tambahan termasuk wadah dan tutup, tidak berbau dan tidak berasa, efektif sebagai bakteriostatik atau bakterisid, fungiostatik atau fungisid serta cukup larut dalam pembawa hingga mencapai konsentarsi yang memadai.11
c) Antioksidan
Terjadinya oksidasi karena dipengaruhi oleh :
1) Harga pH à semakin tinggi harga pH semakin rendah potensial redoks sehingga oksidasinya semakin lancar
2) Cahaya à sebab cahaya mengandung energi oton yang dapat meningkatkan atau mempercepat proses oksidasi, maka molekul-molekul obat semakin reaktif
3) O2 atau kandungan O2 à akan meningkatkan proses oksidasi
4) Ion logam berat à berfungsi sebagai katalisator proses oksidasi
Pertimbangan-pertimbangan dalam memilih antioksidan antara lain adalah harus efektif pada konsentrasi yang menurun, tidak toksik, tidak merangsang, dan tidak menimbulkan OTT, larut dalam pembawa dan dapat bercampur dengan bahan lainnya.13
3. Faktor luar.
a. cara pembuatan
b. bahan pengemas
Terbagi atas 2, yaitu bahan pengemas primer yaitu bahan pengemas yang langsung bersentuhan atau kontak dengan sediaan (wadahnya), dan bahan pengemas sekunder, yaitu bahan pengemas yang tidak bersentuhan langsung dengan sediaan. Syarat dalam pemilihan bahan pengemas antara lain adalah :
(a) melindungi preparat dari keadaan lingkungan
(b) tidak boleh bereaksi dengan produk
(c) tidak boleh memberikan rasa atau bau paa produk
(d) tidak toksik
(e) disetujui oleh lembaga kesehatan dunia
(f) harus memenuhi tuntunan tahan banting yang sesuai
(g) mudah mengeluarkan isi
(h) menarik
4. kondisi penyimpanan yang meliputi suhu, tekanan, kelembapan dan cahaya.
Suhu penyimpanan sediaan harus dijelaskan karena menyangkut aspek stabilitas dan masa kadaluwarsa sediaan. Suhu penyimpanan menurut farmakope indonesia terdiri dari:
(a) Dingin adalah pada suhu tidak lebih dari 8°C.
(b) Sejuk adalah penyimpanan pada suhu antara 8°C dan 15°C.
(c) Suhu Kamar adalah penyimpanan pada suhu ruang kerja. Suhu kamar terkendali adalah suhu yang diatur antara 15°C dan 30°C.
(d) Hangat adalah penyimpanan pada suhu antara 30°C dan 40°C.
(e) Panas berlebih adalah penyimpanan pada suhu di atas 40°C.
Perlindungan dari pembekuan selain resiko kerusakan kemasan (wadah), pembekuan suatu sediaan (artikel) dapat menyebabkan kehilangan kekuatan / potensi, atau merusak dan mengubah sifat sediaan. Pada etiket / label kemasan harus dicantumkan petunjuk untuk melindungi sediaan / artikel dari pembekuan. Penyimpanan di bawah kondisi tidak khusus jika tidak ada petunjuk khusus penyimpanan atau pemabatasan dalam monografi, maka kondisi penyimpanan termasuk perlindungan terhadap kelembapan, pembekuan dan panas berlebihan
klo bisa ditaruh donk daftar pustakanya,,,,,
BalasHapusdaftar pustkanya mana?
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusobat pembesar penis
BalasHapusthanks artikelnya sangat bermanfaat..
BalasHapusini darimana ya sumbernya ?
BalasHapus